Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Polri bertekad memberikan kepastian usaha sektor kelautan dan perikanan di Tanah Air.
“(Kerja sama) ini untuk membangkitkan keyakinan dan kepastian usaha perikanan sampai tingkat bawah bahwa bidang kelautan dan perikanan dijamin oleh hukum,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam acara Penandatanganan Adendum Nota Kesepahaman antara Polri dan KKP di Jakarta, Jumat.
Edhy Prabowo memaparkan bahwa kerja sama itu juga termasuk kolaborasi dalam rangka melakukan pembinaan terhadap nelayan.
Menteri Kelautan dan Perikanan mengingatkan bahwa nelayan juga merupakan warga negara yang ingin berusaha sehingga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, ujar dia, bagi mereka yang melakukan aktivitas seperti penyelundupan, destructive fishing, pembuangan limbah berbahaya, diharapkan agar langsung ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis menyatakan telah memerintahkan jajarannya untuk berkomitmen tegak lurus terhadap kesepakatan Polri-KKP ini.
Hal ini, ujar Kapolri, agar para pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan bisa lebih yakin lagi dalam mengembangkan usahanya karena ada jaminan kepastian hukum.
Seusai acara, Menteri Edhy juga menuturkan bahwa selain penguatan kerja sama pengamanan dan penegakan hukum, pihaknya juga sedang merancang penguatan ZEE Indonesia serta kesiapannya untuk menyelaraskan dengan Omnibus Law.
Sebelumnya Sekjen Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menyatakan pihaknya mencatat sejumlah dampak yang akan dialami oleh masyarakat pesisir jika RUU ini disahkan, antara lain nelayan-nelayan kecil maupun nelayan tradisional yang menggunakan perahu di bawah 10 gross tonnage (GT) serta menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.
Tidak hanya itu, ujar dia, RUU tersebut menyamakan nelayan kecil dan nelayan tradisional dengan nelayan skala besar, nelayan yang menggunakan perahu di atas 10 GT.
“Padahal, nelayan kecil dan nelayan tradisional diperlakukan khusus oleh UU Perikanan, karena mereka ramah lingkungan serta tidak mengeksploitasi sumber daya perikanan,” katanya.
Susan mengingatkan bahwa RUU Omnibus Law juga bakal menguatkan posisi tata ruang laut, sebagaimana diatur dalam Rencana Zonasi Wilayah Peisisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).
Namun, lanjutnya, sampai dengan akhir tahun 2019, baru sebanyak 22 provinsi di Indonesia telah merampungkan pembahasan peraturan daerah zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (Perda Zonasi).
“Artinya, ada 12 provinsi lainnya yang belum menyelesaikan pembahasan perda zonasi yang merupakan tata ruang lautnya,” katanya. (ant)