Kenaikan PPN 12 Persen Berlaku Mulai 2025, Berikut Penjelasan DJP dan Respon Publik

JAKARTA, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini akan diterapkan untuk semua barang dan jasa yang sebelumnya dikenakan tarif 11 persen.

“Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenakan tarif 11 persen,” jelas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti, dalam rilis resmi, Minggu (21/12).

Read More

Dwi menyebutkan bahwa ada beberapa barang pokok yang tetap menggunakan tarif PPN 11 persen, yakni minyak goreng curah merek Minyakita, tepung terigu, dan gula industri. Tambahan tarif 1 persen untuk barang-barang tersebut akan ditanggung pemerintah melalui skema pajak ditanggung pemerintah (DTP).

Selain itu, sejumlah barang dan jasa akan tetap mendapatkan fasilitas bebas PPN (tarif nol persen), seperti:

  1. Kebutuhan pokok: Beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
  2. Sejumlah jasa: Pelayanan kesehatan medis, pelayanan sosial, pendidikan, keuangan, asuransi, angkutan umum, tenaga kerja, dan persewaan rumah sederhana.
  3. Barang lain: Buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, listrik, dan air minum.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Tahun 2021.

Sri Mulyani memastikan kenaikan tarif PPN 12 persen akan difokuskan pada barang dan jasa kategori premium. “Kita juga akan menyisir kelompok harga untuk barang-barang dan jasa kategori premium,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12).

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI-P, Dolfie Othniel Frederic Palit, menegaskan bahwa tarif PPN 12 persen merupakan bagian dari amanat UU HPP. Namun, pemerintah memiliki ruang untuk menyesuaikan tarif dalam rentang 5-15 persen sesuai dengan kondisi ekonomi nasional.

Meski pemerintah telah memberikan pengecualian pada sejumlah barang dan jasa, kebijakan ini tetap menuai kritik. Kenaikan tarif dianggap tidak tepat dilakukan di tengah pelemahan daya beli masyarakat dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Bahkan, sebuah petisi di situs change.org dengan judul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!” telah mendapatkan lebih dari 173 ribu tanda tangan hingga Senin (23/12). Inisiator petisi menargetkan 200 ribu tanda tangan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan ini.

Presiden Prabowo Subianto memiliki kewenangan untuk menunda atau membatalkan kenaikan tarif PPN sesuai dengan Pasal 7 Ayat (3) UU HPP, yang memberikan ruang perubahan tarif dalam rentang 5-15 persen.

Sebagai kompensasi, pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah stimulus, seperti diskon tagihan listrik hingga 50 persen untuk pelanggan golongan 2.200 VA dan pembebasan pajak penghasilan bagi pekerja di industri padat karya dengan penghasilan di bawah Rp10 juta.

Related posts

Leave a Reply