JAKARTA, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan bahwa perusahaan aplikasi wajib menerapkan sistem bagi hasil yang adil dan transparan bagi pekerja transportasi online. Penegasan ini disampaikan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Sistem Bagi Hasil Pada Layanan Transportasi Online” di Jakarta, Senin (24/11/2025).
Afriansyah mengatakan, ketentuan dalam rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) mengatur bahwa perusahaan harus memberikan bagian proporsional dari tarif yang dibayarkan pengguna jasa. Selain itu, pekerja platform dijamin memiliki kebebasan berserikat dan berorganisasi, serta ruang dialog melalui forum komunikasi dengan perusahaan.
“Salah satu aspek penting yang menjadi fokus kita hari ini adalah sistem bagi hasil dan transparansi tarif,” ujar Afriansyah, Selasa (25/11/2025).
Afriansyah menjelaskan bahwa hingga saat ini tarif ojek online masih merujuk pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022. Aturan tersebut mengatur biaya jasa berdasarkan tiga zona, serta menetapkan biaya tak langsung berupa sewa aplikasi maksimal 20 persen.
Sementara itu, jaminan sosial bagi pekerja platform belum bersifat wajib. Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) masih dibayarkan pekerja secara sukarela, menyebabkan tingkat kepesertaan rendah—baru sekitar 320.000 pekerja per Mei 2025.
“Biaya operasional seperti BBM, perawatan kendaraan, cicilan motor, hingga pulsa masih sepenuhnya ditanggung pekerja. Pendapatan juga bergantung pada insentif yang dapat berubah sewaktu-waktu,” ujar Afriansyah.
Kondisi tersebut, lanjutnya, menunjukkan perlunya regulasi yang lebih komprehensif dan seimbang, baik untuk pekerja maupun perusahaan aplikator.
FGD digelar sebagai forum untuk menghimpun masukan dari perusahaan aplikator dan pemangku kepentingan terkait materi Ranperpres tentang Pelindungan Pekerja Transportasi Berbasis Platform Digital—khususnya mengenai sistem bagi hasil.
“Melalui FGD ini kami berharap masukan konstruktif untuk menyempurnakan rancangan peraturan ini, khususnya terkait sistem bagi hasil yang adil, transparan, dan berkelanjutan bagi seluruh pihak,” ujar Afriansyah.
Ia menegaskan, tujuan utama ranperpres adalah memberikan perlindungan bagi pekerja platform sekaligus memastikan keberlangsungan usaha perusahaan aplikator dan kepastian tarif bagi masyarakat pengguna.
Anggota Komisi V DPR, Adian Napitupulu, turut menyoroti persoalan transparansi bagi hasil. Ia meminta perusahaan aplikator membuka data perhitungan agar negara dan pekerja memahami proporsi pendapatan yang sebenarnya.
“Persoalan bagi hasil tak akan pernah selesai kalau tidak ada keterbukaan. Negara harus tahu. Tidak boleh persentase hanya diketahui aplikator saja,” ujar Adian.







