Kementerian Kesehatan: Stigmatisasi Berkontribusi Pada Tingginya Kematian Akibat Covid-19

Petugas medis memberikan tanda cinta dari dalam ruang perawatan pasien COVID-19 yang baru saja diluncurkan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Kamis (30/4/2020).(ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)

JAKARTA, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa stigmatisasi atau pencirian negatif pada seseorang dari individu atau kelompok masyarakat terhadap tenaga kesehatan atau pasien COVID-19 berkontribusi pada tingginya angka kematian akibat penyakit yang disebabkan oleh virus corona tipe baru tersebut.

“Stigma harus dilihat secara satu kesatuan karena stigma tidak semata-mata sebuah sikap atau perilaku pada suatu suasana yang menjadi tidak baik tapi stigma juga akan menimbulkan marginilasiasi, dan memperburuk status kesehatan dan tingkat kesembuhan,” kata Direktur Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Fidiansjah dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat.

Read More

Stigmatisasi pada pasien COVID-19 dan tenaga kesehatan yang menangani kasus infeksi virus corona, menurut dia, sangat mempengaruhi imunitas seseorang yang terpapar virus corona dan berdampak pada proses penyembuhan pasien.

“Inilah yang perlu dipahami, bahwa stigma berkontribusi terhadap tingginya angka kematian,” ia menambahkan.

Fidiansjah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak mendiskriminasi dan mengucilkan tenaga kesehatan dan orang-orang yang terpapar COVID-19 ketika harus menjalani isolasi mandiri di rumah.

Dia mengatakan bahwa COVID-19 harus dilawan secara komprehensif dengan upaya penanganan secara fisik serta penanganan dari konteks kesehatan jiwa dan psikososial masyarakat.

Menurut Fidiansjah, stigmatisasi dalam masyarakat bisa ditekan dengan komunikasi risiko dengan tepat dan media massa berperan penting dalam mengomunikasikan risiko kepada masyarakat.

Dalam menyampaikan informasi mengenai perkembangan kasus infeksi virus corona, ia mengatakan, media massa sebaiknya tidak hanya fokus pada pertumbuhan kasus dan kurangnya keterbukaan informasi perihal penanganan COVID-19.

Dengan demikian, informasi yang disampaikan tidak berisiko menimbulkan kepanikan atau keresahan dalam masyarakat.

Fidiansjah mengatakan, kalau informasi yang utuh soal penularan virus tidak sampai ke masyarakat maka bisa muncul stigmatisasi terhadap orang yang berisiko tertular virus corona yang dikelompokkan dalam kategori orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), pasien positif COVID-19 dan keluarganya, serta tenaga kesehatan.

Akibat stigmatisasi, Fidiansjah mencontohkan, ada perawat yang mendapatkan perlakuan tidak patut di lingkungannya kemudian terpapar COVID-19, meninggal dunia, dan proses pemakamannya diwarnai penolakan warga.

“Tentu sikap ini harus kita lawan, dan ini akan menimbulkan dampak kesehatan jiwa pada komunitas masyarakat itu sendiri,” katanya.

Kementerian Kesehatan mengajak masyarakat mengapresiasi tenaga kesehatan dan orang-orang yang mendukung penanggulangan pandemi COVID-19.

“Mari beri apresiasi, ketika ada segelintir masyarakat yang memberikan dukungan terhadap persoalan COVID-19 segera kita berikan perhatian dukungan dengan ucapan, terima kasih Anda telah berikan pertolongan, dan sebagainya,” kata Fidiansjah.

Related posts

Leave a Reply