Industri pengolahan masih konsisten memberikan kontribusi terbesar ekspor nasional dengan menyumbang ekspor senilai 126,57 miliar dolar AS atau 75,5 persen dari total ekspor Indonesia yang menyentuh angka 167,53 miliar dollar AS pada Januari-Desember 2019.
“Pemerintah memang sedang fokus menggenjot nilai ekspor untuk memperbaiki neraca perdagangan kita. Oleh karena itu, sektor manufaktur memiliki peranan yang sangat penting guna mencapai sasaran tersebut,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), lima sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap capaian nilai ekspor industri pengolahan sepanjang tahun 2019, yaitu industri makanan menyumbang (21,46 persen), industri logam dasar 17,37 miliar dolar AS (13,72 persen), industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia tercatat 12,65 miliar dolar AS (10 persen), industri pakaian jadi menembus 8,3 miliar dolar AS (6,56 persen), serta industri kertas dan barang dari kertas yang menyetor 7,27 miliar dolar AS (5,74 persen).
Adapun lima negara tujuan utama ekspor produk manufaktur Indonesia pada periode Januari-Desember 2019, yakni ke Amerika Serikat (13,64 persen), China (13,48 persen), Jepang (8,7 persen), Singapura (6,94 persen), dan India (5,17 persen).
“Pemerintah terus berupaya memperluas pasar ekspor, terutama ke negara-negara nontradisional,” kata Menperin.
Ia mengatakan berbagai langkah strategis telah dijalankan oleh Kementerian Perindustrian dalam upaya meningkatkan nilai ekspor dari sektor industri pengolahan. Upaya itu di antaranya adalah pembinaan industri melalui peningkatan daya saing dan penyiapan produk unggulan.
“Kemudian, pemanfaatan Free Trade Agreement (FTA) seperti percepatan negosiasi FTA, perluasan ke pasar nontradisional, dan inisiasi FTA bilateral sesuai kebutuhan industri,” sebutnya.
Di samping itu, dilaksanakan program promosi internasional melalui pendampingan promosi dan ekspor, peningkatan kapasitas produsen untuk ekspor, serta melakukan link and match dengan jejaring produksi global.
“Perlu juga dukungan fasilitas seperti fasilitasi pembiayaan ekspor, pendampingan kasus unfair trading, dan penurunan hambatan ekspor (NTMs),” kata Menperin.
Ia juga menambahkan Indonesia sebagai negara mitra resmi (official partner country) pada ajang Hannover Messe 2020, bisa menjadi momentum baik untuk memperkenalkan kesiapan industri Indonesia di era Industri 4.0, mempromosikan kerja sama investasi dan ekspor sektor industri, serta memperkuat kerja sama bilateral dengan Jerman maupun dengan negara-negara lain yang berorientasi pada inovasi teknologi.
“Ajang ini penting untuk Indonesia tidak hanya karena sebagai negara pertama di ASEAN yang menjadi Official Partner Country, tetapi juga mendukung upaya national branding atas posisi Indonesia sebagai salah satu kekuatan baru ekonomi dunia dan pemain manufaktur global,” kata Menperin. (ant)