Kemenkumham dan Komnas HAM Desak Regulasi Ketat Soal Penyadapan di Revisi KUHAP

JAKARTA, Polemik terkait aturan penyadapan kembali mencuat dalam pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Senin (22/9), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) serta Komnas HAM menegaskan bahwa penyadapan harus dibatasi secara ketat demi melindungi hak asasi manusia dan data pribadi warga negara.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Mugiyanto menyampaikan bahwa pihaknya merekomendasikan agar penyadapan hanya dilakukan atas izin hakim, terbatas pada tindak pidana serius, serta memiliki jangka waktu dan kontrol yang jelas.

Read More

“Rekomendasi kami adalah penyadapan wajib ada izin hakim dan hanya untuk tindak pidana serius. Kemudian, jangka waktu terbatas, adanya aspek akuntabilitas, dan pemberitahuan pasca penyadapan,” ujar Mugiyanto.

Ia menegaskan, usulan tersebut sejalan dengan General Comment No. 16 Pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang menempatkan penyadapan sebagai bentuk intervensi yang harus diatur secara ketat karena menyentuh privasi warga.

Senada dengan Kemenkumham, Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyampaikan bahwa penyadapan hanya boleh dilakukan sebagai upaya paling akhir (last resort) dengan pengawasan ketat dan standar yang jelas.

“Dalam instrumen HAM internasional seperti ICCPR, penyadapan dilakukan secara hati-hati karena menyangkut perlindungan data pribadi, yang merupakan hak fundamental,” tegas Anis.

Ia menambahkan bahwa Indonesia masih kekurangan payung hukum khusus yang mengatur penyadapan secara menyeluruh lintas lembaga.

“Mahkamah Konstitusi pada 2010 sudah memutuskan perlunya satu UU tersendiri tentang penyadapan. Namun sampai hari ini, kita belum merumuskannya,” tambahnya.

Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 5/PUU-VIII/2010, penyadapan memerlukan aturan hukum yang komprehensif, termasuk soal siapa yang berwenang menyadap, durasi penyadapan, dan bagaimana hasil penyadapan dapat digunakan secara sah.

Putusan MK tersebut juga menegaskan bahwa pembatasan hak asasi manusia, termasuk hak atas privasi, harus dilakukan dengan cara yang sah, proporsional, dan dapat diuji secara hukum.

Meskipun banyak pihak mendesak pengaturan tegas soal penyadapan, DPR RI menyatakan bahwa isu ini belum secara spesifik dibahas dalam Revisi KUHAP. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dari kalangan masyarakat sipil yang menilai proses legislasi belum responsif terhadap kebutuhan penguatan perlindungan HAM.

Related posts

Leave a Reply