JAKARTA, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi tarif tiket pesawat. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap dinamika biaya operasional maskapai yang meningkat serta perubahan kondisi pascapandemi COVID-19.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI, Kamis (22/5), menjelaskan bahwa evaluasi mencakup pemetaan ulang tarif angkutan udara. Beberapa komponen biaya yang kini menjadi sorotan meliputi kenaikan biaya perawatan pesawat (maintenance reserve), gangguan pasokan suku cadang global seperti mesin, hingga fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“Maskapai menghadapi tantangan besar dalam mengaktivasi kembali armada mereka, seiring meningkatnya permintaan pascapandemi. Kenaikan komponen maintenance menjadi salah satu beban utama,” kata Lukman.
Tak hanya itu, perubahan dalam standar akuntansi juga turut memengaruhi struktur biaya maskapai. Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73 sejak tahun 2020 mengubah pencatatan biaya sewa pesawat menjadi penyusutan, yang berdampak pada laporan keuangan maskapai. Selain itu, restrukturisasi utang sewa pesawat juga menambah tekanan keuangan bagi operator penerbangan.
Saat ini, regulasi tarif pesawat mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 20 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 106 Tahun 2019. Namun, Kemenhub mengusulkan revisi terhadap kedua regulasi tersebut guna menyesuaikan dengan kondisi terbaru industri penerbangan.
Lukman mengungkapkan, penyesuaian tarif angkutan udara kelas ekonomi terutama dibutuhkan untuk rute-rute jarak pendek. Salah satu perubahan yang diusulkan adalah diferensiasi tarif berdasarkan kelompok layanan—full service, medium, dan no frills—yang hanya akan berlaku untuk tipe pesawat jet. Sementara itu, pesawat jenis propeller akan diberikan perlakuan tarif yang lebih fleksibel untuk mendorong konektivitas ke daerah-daerah terpencil.
“Langkah ini penting untuk mendukung pemerataan layanan transportasi udara dan menghidupkan kembali jalur penerbangan perintis,” ujarnya.
Selain itu, Kemenhub juga mengusulkan penyesuaian tarif batas bawah (TBB) dari tarif batas atas (TBA) guna mencegah praktik predatory pricing yang merugikan persaingan usaha. Penyesuaian ini diharapkan menciptakan iklim bisnis yang lebih sehat di sektor penerbangan domestik.
“Kami ingin menghindari dampak negatif bagi masyarakat akibat adanya gap tarif yang terlalu lebar antara musim sepi dan musim ramai,” jelas Lukman.
Usulan perubahan regulasi tarif ini tengah dalam tahap pembahasan lebih lanjut dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk asosiasi maskapai penerbangan.