Kasus Korupsi Proyek Fiktif Telkom: August Hoth dan 10 Terdakwa Rugikan Negara Rp464,9 Miliar

Ilustrasi. telkom.co.id

JAKARTA, General Manager Enterprise Divisi Enterprise Service (DES) Telkom 2017–2020, August Hoth Mercyon Purba, bersama 10 terdakwa lain didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp464,9 miliar dalam kasus korupsi pembiayaan proyek fiktif di lingkungan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (24/11/2025).

“Perbuatan terdakwa August Hoth bersama-sama dengan Siti Choirinah selaku Executive Vice President Divisi Enterprise Service PT Telkom Indonesia, dkk telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp464,9 miliar,” ujar JPU saat membacakan dakwaan.

Read More

Jaksa menyatakan perbuatan August Hoth tidak hanya merugikan negara, tetapi juga memperkaya sejumlah pihak, termasuk dirinya.

Daftar Terdakwa dan Pihak yang Diperkaya

Selain August Hoth, para terdakwa lain meliputi:

  • Herman Maulana, Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom 2015–2017

  • Alam Hono, Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara 2016–2018

  • Andi Imansyah Mufti, Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara

  • Denny Tannudjaya, Direktur Utama PT International Vista Quanta

  • Eddy Fitra, Direktur Utama PT Japa Melindo Pratama

  • Kamaruddin Ibrahim, Pengendali PT Fortuna Aneka Sarana & PT Bika Pratama Adisentosa

  • Nur Hadiyanto, Direktur Utama PT Ata Energi

  • Oei Edward Wijaya, Direktur Utama PT Green Energy Natural Gas

  • RR Dewi Palupi Kentjanasari, Direktur Keuangan PT Cantya Anzhana Mandiri

  • Rudi Irawan, Direktur Utama PT Batavia Prima Jaya

Jaksa merinci besaran uang yang dinikmati para pihak, antara lain:

  • Nur Hadiyanto: Rp113,1 miliar

  • Andi Imansyah Mufti: Rp61,2 miliar

  • Rudi Irawan: Rp66,5 miliar

  • Eddy Fitra: Rp55 miliar

  • Oei Edward Wijaya: Rp45,2 miliar

  • Subali (PT VSC Indonesia Satu): Rp33 miliar

  • Denny Tannudjaya: Rp20 miliar dan US$5 juta

  • Alam Hono: Rp10,3 miliar

  • Kamaruddin Ibrahim: Rp12 miliar

  • Herman Maulana: Rp44 miliar

Sementara August Hoth menerima fee dari kerja sama PT Telkom dengan perusahaan swasta, yakni Rp800 juta dari PT Ata Energi dan Rp180 juta dari PT Batavia Prima Jaya.

Jaksa mengungkap bahwa proyek-proyek fiktif ini dilakukan guna memenuhi target performa bisnis yang ditetapkan oleh Siti Choirinah. August, Herman, dan Alam Hono mencari pelanggan baru, mengembangkan produk, dan membuat proyek baru meskipun hal tersebut bukan kewenangan Divisi Enterprise Service (DES).

Karena DES tidak memiliki kewenangan pembiayaan, para terdakwa membuat rangkaian pengadaan fiktif agar dana bisa dicairkan kepada perusahaan-perusahaan swasta. Proyek yang diatasnamakan pengadaan baterai lithium ion, genset, dan produk lainnya itu ternyata tidak pernah benar-benar ada.

“Semua tahapan dalam proses pelaksanaan pengadaan barang tersebut adalah tidak benar atau fiktif,” tegas JPU.

Dalam periode 2016–2019, sedikitnya sembilan pengadaan fiktif disetujui para terdakwa dan dihitung sebagai capaian performa bisnis DES.

Para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) UU Tipikor, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP mengenai perbuatan berlanjut. Jika terbukti bersalah, mereka terancam pidana penjara dan denda sesuai ketentuan undang-undang.

Sidang akan dilanjutkan dengan mendengarkan pembuktian dari Jaksa Penuntut Umum.

Related posts

Leave a Reply