JAKARTA, Viral di media sosial, seorang pegawai toko roti dianiaya oleh anak pemilik toko di Kawasan Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. Dalam video yang beredar, terduga pelaku berinisial GSH terlihat menganiaya korban berinisial DAD dengan cara melemparkan kursi ke arah korban pada 17 Oktober 2024 lalu.
GMNI Jakarta Selatan menyoroti lambannya penanganan kasus-kasus yang melibatkan masyarakat oleh Kepolisian, termasuk kasus penganiayaan yang melibatkan anak bos roti terhadap pegawai. Polisi dinilai lamban dalam menangani kasus tersebut, namun cepat bertindak setelah viral di media sosial.
“Tidak seharusnya setiap kasus cepat ditindak menunggu viral dulu di media sosial, karena justru merugikan korban serta mencoreng citra institusi Kepolisian,” tegas Ketua GMNI Jakarta Selatan Deodatus (nama lengkap) dalam keterangannya, Rabu (18/12/2024).
Pria yang akrab disapa Dendy ini juga menyayangkan ditolaknya laporan korban ke dua Polsek di Jakarta Timur. Padahal korban sudah memiliki cukup bukti.
Dendy menduga, penyelidikan terhadap kejahatan, kepolisian menerapkan skala prioritas. Kasus-kasus skala besar dan viral didahulukan penyelidikannya, menyampingkan kasus-kasus yang skalanya kecil.
Dugaan Dendy itu berdasarkan laporan DAD yang sempat ditolak oleh 2 polsek. Saat laporan diterima pada 18 Oktober 2024 oleh Polres Jakarta Timur, kasus yang dialami korban prosesnya cukup lama.
“Setelah viral kalau tidak salah mulai dari Sabtu 14 Desember 2024, polisi langsung bertindak dan pelaku tertangkap Senin 16 Desember, artinya hampir dua bulan sejak pelaporan, padahal bukti sudah cukup,” jelasnya.
Dendy mengusulkan agar Kapolri menambah jumlah personel reserse kriminal (reskrim) agar fungsi pelayanan dan pengayoman masyarakat dalam menangani kasus dapat lebih efektif.
Lebih lanjut, Dendy juga mengungkapkan bahwa anggaran Kepolisian yang terus meningkat setiap tahunnya seharusnya dimanfaatkan untuk menambah personel reskrim secara signifikan. Bukan hanya untuk kegiatan seremonial yang tidak efektif dalam menunjang tugas pokok dan fungsi Polri.
“Anggaran Kepolisian setiap tahunnya meningkat, pada tahun 2024 mencapai Rp 112 Triliun dan pada 2025 diperkirakan mencapai Rp 126,62 Triliun. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kinerja Kepolisian yang tidak optimal dalam melayani dan mengayomi masyarakat. Kedepannya, anggaran yang terus meningkat seharusnya digunakan untuk penambahan personel Reskrimum guna melayani setiap laporan masyarakat, bukan hanya untuk kegiatan yang bersifat seremonial yang hanya membuang anggaran secara percuma,” pungkasnya.