Mereka tumbuh dengan model bisnis otentik dan tidak mengandalkan bisnis bank sebagai core business
JAKARTA, Anggota Komisi VI DPR RI, Asep Wahyuwijaya, mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam upaya konsolidasi aset yang akan dilakukan oleh Danantara. Dalam rapat Komisi VI DPR RI, Asep menegaskan bahwa meskipun langkah ini memiliki potensi besar, strategi yang diterapkan harus disertai evaluasi mendalam dan tidak hanya meniru model investasi Temasek dari Singapura.
Politisi dari Nasdem ini menyatakan bahwa Danantara memiliki potensi besar jika aset-aset yang dimilikinya dapat dikelola dengan tepat. Namun, ia menekankan perlunya perhatian terhadap kondisi fiskal nasional yang saat ini sedang ketat. “Strategi konsolidasi ini tidak bisa sekadar meniru Temasek yang telah tumbuh menjadi lebih dari USD 400 miliar sejak berdiri pada 1965,” tegasnya mengingatkan.
Menurut Kang AW, sapaan akrabnya, perbedaan mendasar antara Danantara dengan Temasek terletak pada jenis aset yang dikelola. Temasek memulai investasi dari sektor non-perbankan, seperti taman burung, hotel, dan maskapai penerbangan, yang kemudian berkembang pesat. “Mereka tumbuh dengan model bisnis otentik dan tidak mengandalkan bisnis bank sebagai core business,” tambahnya.
Kang AW menyoroti perbedaan aset yang dimiliki oleh perusahaan BUMN seperti Pertamina, Mind ID, dan PLN dengan aset perbankan yang sebagian besar berasal dari dana masyarakat. Hal ini, menurutnya, harus menjadi perhatian utama dalam proses konsolidasi Danantara agar tidak terjadi salah persepsi.
“Jika kita melihat Pertamina, Mind ID, dan PLN, asetnya jelas berupa barang fisik. Sementara itu, aset bank sebagian besar berasal dari dana pihak ketiga yang harus dipisahkan. Apakah benar nilai aset Danantara yang disebut mencapai USD 600 miliar termasuk aset dari dana masyarakat? Ini perlu diverifikasi,” tegasnya.
Kang AW mengingatkan bahwa penggabungan bisnis perbankan dengan sektor lain yang memiliki core business berbeda, seperti energi dan infrastruktur, dapat menimbulkan risiko besar, terutama terkait regulasi ketat yang melindungi dana masyarakat di perbankan. “Bank memiliki aturan ketat untuk melindungi dana masyarakat. Jika digabungkan dengan bisnis yang berbeda core, risiko fraud justru meningkat,” ujarnya.
Meskipun mendukung langkah konsolidasi Danantara, Kang AW meminta adanya analisis teknis yang mendalam sebelum keputusan diambil. Ia mengusulkan agar bank-bank BUMN seperti BRI, Mandiri, dan BNI memberikan pandangan tertulis terkait potensi risiko dan dampak konsolidasi.
“Kami mendukung semangat konsolidasi ini, namun secara teknis perlu diperjelas konsekuensi dari penggabungan bisnis perbankan dengan sektor berbasis aset fisik. Temasek tidak langsung tumbuh besar, mereka berkembang secara bertahap dan strategis,” katanya.
Kang AW menilai bank-bank BUMN saat ini sudah berada dalam posisi yang mapan dan terus berkembang dengan berbagai inovasi. Menurutnya, DPR perlu mendapatkan informasi yang jelas terkait rencana konsolidasi Danantara agar dukungan politik dapat diberikan secara solid.
“BRI, Mandiri, dan BNI sudah mapan dan tumbuh dengan baik. Penting bagi kami di DPR untuk mendapatkan informasi yang akurat agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam proses konsolidasi ini,” tutup Kang AW.