JAKARTA, Tata kelola PT Pertamina (Persero) kembali menjadi sorotan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI bersama Direktur Utama Pertamina beserta jajaran subholding di Ruang Rapat Komisi VI DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (11/3).
Dalam rapat tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI, Asep Wahyuwijaya, menekankan pentingnya perbaikan sistem pengawasan internal guna mencegah praktik korupsi yang berulang di tubuh Pertamina.
“Kita sering membahas tata kelola dalam berbagai diskusi, RDP, dan FGD agar menjadi lebih baik. Sekarang, di pundak Pak Simon, yang bisa dikatakan ‘orang baru’, ada harapan besar untuk membawa perubahan dan memastikan Pertamina bersih,” ujar Asep dalam rapat tersebut.
Kang AW, sapaan akrabnya, juga mengingatkan kembali pertemuannya dengan Menteri BUMN, Erick Thohir, yang membahas efisiensi di BUMN. Namun, tak lama setelah itu, kasus korupsi di Pertamina Niaga mencuat.
“Kita bicara efisiensi, tapi ternyata meledak kasus di Pertamina. Ini ironis,” tambahnya.
Kang AW juga membandingkan anggaran untuk Badan Perlindungan Konsumen yang hanya Rp8,9 miliar per tahun dengan potensi kerugian negara akibat sindikat korupsi yang mencapai Rp100 triliun per tahun.
Menurutnya, hal ini mencerminkan lemahnya tata kelola dan pengawasan di berbagai sektor, termasuk di Pertamina.
Lebih lanjut, Kang AW menyoroti keberadaan sindikat kejahatan yang telah lama beroperasi di Pertamina tanpa terdeteksi. Ia mempertanyakan efektivitas pengawasan internal dalam mencegah praktik kecurangan.
“Bagaimana mungkin kejahatan ini terjadi bertahun-tahun tanpa ada kontrol sama sekali? Ini harus menjadi perhatian utama Pak Simon,” katanya.
Legislator dari Fraksi Nasdem ini menekankan perlunya perombakan besar-besaran dalam tubuh Pertamina dengan mengedepankan prinsip meritokrasi.
“Kita butuh orang-orang yang amanah, profesional, dan tidak terlibat praktik korupsi,” ujarnya.
Asep mempertanyakan progress implementasi subsidi tepat sasaran, khususnya terkait kasus subsidi yang menelan kerugian hingga 3,6 triliun rupiah.
“Pertamina yang nombokin. Atas nama sinergi BUMN, vendornya Telkom, yang subsidi ya Pak. Tapi data subsidinya tidak ada, sehingga Pertamina tidak bisa klaim ke Kementerian Keuangan,” jelasnya.
Selain itu, Asep menyinggung peran Pertamina dalam holding BUMN Danantara, yang baru diresmikan namun sudah menghadapi berbagai pertanyaan publik. Ia menegaskan pentingnya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina, Danantara, dan pemerintah pusat.
“Tugas Pak Simon dan jajaran saat ini adalah membangun public trust. Pertamina harus memperbaiki citranya agar kembali dipercaya masyarakat,” pungkasnya.