JAKARTA, Menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan, Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) memperingatkan tanda-tanda kemerosotan nasional yang dinilai mengancam fondasi Republik. Dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, AKSI menyebut kemerosotan itu terlihat dari melemahnya penghormatan terhadap hak asasi manusia, penegakan hukum yang timpang, dan menyusutnya kesetaraan warga negara.
Konferensi pers ini dihadiri sejumlah tokoh, di antaranya mantan Jaksa Agung dan aktivis HAM Marzuki Darusman, sejarawan Asvi Warman Adam dan Andi Achdian, aktivis-sejarawan Firda, peneliti sejarah Ita Fatia Nadia, Direktur Lab45 Jaleswari Pramodhawardani, Profesor Antropologi Hukum Sulistyowati Irianto, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, serta aktivis HAM Amiruddin Al Rahab.
“Indonesia pernah menjadi inspirasi dunia melawan kolonialisme melalui Proklamasi 1945 dan KAA 1955. Namun warisan ini memudar akibat depolitisasi selama 60 tahun pasca 1965,” kata pernyataan resmi AKSI.
AKSI mencatat tiga masalah utama: pertama, dominasi segelintir orang terkaya yang menguasai kekayaan setara 50 juta warga. Kedua, warisan otoritarianisme Orde Baru yang masih hidup melalui Negara Keamanan Nasional.
Ketiga, manipulasi sejarah yang menghapus memori kelam bangsa.
“Reformasi gagal mengubah sistem. Justru dalam 10 bulan terakhir, pemerintahan menunjukkan ciri Orde Baru, militeristik, anti-HAM, dan anti-intelektual,” tegas AKSI.
Tiga tuntutan utama diajukan, yakni pencabutan kebijakan penulisan ulang sejarah yang memanipulasi memori kolektif, penghentian praktik otoriter melalui instrumen hukum dan pembatasan demokrasi, dan penghentian kriminalisasi kebebasan berekspresi dan kekerasan terhadap kritik
AKSI menegaskan, Indonesia membutuhkan nasionalisme kemanusiaan yang progresif, bukan nasionalisme darurat yang agresif.
“Pemimpin harus mengembalikan martabat bangsa, bukan merampok kekayaan negeri untuk kepentingan pribadi,” kata dia.
Peringatan ini disampaikan bertepatan dengan momentum 80 tahun Proklamasi Kemerdekaan, mengingatkan komitmen awal Republik, yakni melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.