Sejarawan Belgia Kritik Keras Upaya Glorifikasi Orde Baru di UWRF 2025
BALI, Sejarawan sekaligus penulis buku Revolusi: Indonesia and the Birth of the Modern World, David Van Reybrouck, mengkritik keras wacana menjadikan mantan Presiden Soeharto sebagai pahlawan nasional.
Hal itu disampaikan David dalam Forum diskusi di Ubud Writers and Readers Festival 2025 di Taman Baca Ubud yang dihadiri ratusan peserta dari mancanegara. David menilai langkah tersebut sebagai “perkembangan yang mengkhawatirkan”, mengingat sejarah kelam pelanggaran hak asasi manusia dan represi politik pada masa Orde Baru.
“Menjadikan diktator militer sebagai pahlawan nasional sama seperti memberikan Nobel Perdamaian kepada Donald Trump,” ujar David, disambut tawa dan tepuk tangan peserta diskusi, Jumat (31/10/2025)
Lalu lintas diskusi dipandu Anggota Komisi X DPR Bonnie Triyana. David menyebut bahwa tahun 1965 menjadi titik balik suram dalam sejarah Indonesia dan dunia. Menurutnya, rezim militer yang lahir pasca-1965 telah menutup kebebasan berpikir dan menghentikan semangat progresif yang sebelumnya hidup di era Soekarno.
“Antara 1945 hingga 1965, Indonesia adalah pemain dunia, pusat dinamika global. Setelah itu, pintu ditutup rapat oleh kekuasaan militer,” jelasnya.
Dalam sesi tanya jawab, David juga menanggapi pertanyaan reflektif tentang bagaimana bangsa Indonesia seharusnya memperlakukan masa lalunya.
Lebih lanjut, David menambahkan, bahwa pengakuan atas kebenaran sejarah merupakan langkah awal untuk membangun masa depan yang lebih sehat secara politik dan moral. Ia menekankan, bangsa yang berani menatap masa lalunya dengan jujur akan lebih kuat menghadapi tantangan demokrasi modern.
Di akhir diskusi, David mengajak publik Indonesia untuk meninjau ulang sejarah dengan jujur, bukan dengan glorifikasi kekuasaan.
“Menghormati masa lalu bukan berarti menutup mata terhadap luka sejarah,” tandasnya.
Ubud Writers and Readers Festival 2025 mengusung tema Aham Brahmasmi — I Am the Universe. Para pegiat literasi dan bintang sastra menggali jalinan erat antara diri dan semesta melalui percakapan, diskusi panel, makan siang sastra, pertunjukan musik, pentas puisi, peluncuran dan bazar buku, hingga lokakarya.

 
									 
											





