PAPUA, Menutup rangkaian kunjungan kerjanya di PT Freeport Indonesia (PT FI) usai menjadi Inspektur Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia, Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengunjungi lokasi pusat reklamasi keanekaragaman hayati PT FI di Timika, Papua. Di lokasi reklamasi Menteri ESDM secara simbolis melakukan penanaman pohon Bintangon.
Proses kumpulan tailing akan menjadi hutan baru dalam waktu 10-15 tahun, dan akan lebih cepat lagi jika ada campur tangan manusia yang membantunya.
Kegiatan operasi pertambangan PT FI menghasilkan tailing berupa pasir sisa tambang (Sirsat). Sirsat yang dihasilkan dari kegiatan PT FI ini mencapai 97% dari produk batuan biji yang dihasilkan. Sirsat yang merupakan sisa gerusan batuan bijih setelah mineral tembaga, emas dan peraknya diambil (dalam bentuk konsentrat) ini selanjutnya ditempatkan di lokasi yang dikunjungi Menteri ESDM hari ini. Minggu (18/8).
“Hari ini saya mengunjungi pusat budi daya untuk penanaman lagi di wilayah yang terkena dampak dari sisa tanah hasil kegiatan operasi pertambangan PT Freeport Indonesia yang di atas, di Grasberg dan sekitarnya. Menurut informasi dari Bapak Toni, tailing disini tidak berbahaya karena proses yang dilaksanakan adalah proses fisika dan bukan proses kimiawi yang berbahaya,” ujar Jonan di lokasi reklamasi.
Meski tidak berbahaya dan beracun, karena volumenya besar sekali yakni sekitat 200.000 ton per hari, maka menurut Jonan, semua yang terdampak seperti tanaman akan mati, dan ini mesti ditanami kembali. Lokasi tempat penimbunan tailing diperkirakan akan kembali menjadi hutan alami dalam waktu 10-15 tahun. Setelah menjadi hutan kembali Jonan menyarankan agar ditanami tanaman keras jangan jenis perdu.
“Informasi yang saya dapat, lokasi limbah tailing ini dalam 10 tahun sudah menjadi “hutan muda”. Jika demikian maka saya menyarankan agar di lokasi ini lebih banyak ditanami tanaman keras misalnya, kayu merbau dan trambesi, kalau tanaman keras itu bisa survive mestinya “oke”, mengapa demikian, karena kalau hanya tanaman perdu itu lebih mudah, karena dia bisa menyesuaikan di berbagai jenis soil yang bermacam-macam, tetapi kalau tanaman keras belum tentu,” ujar Jonan.
Sama seperti yang dinyatakan Jonan, Presiden Direktur PT FI, Toni Wenas juga menegaskan, bahwa limbah tailing hasil pertambangan PT FI tidak berbahaya. “Proses yang terjadi bukan kimiawi tetapi fisika. Di dataran tinggi sana (Tembagapura) batuan diekstrak, digerus menjadi halus, kemudian diekstrak kembali menggunakan sejenis reagen, sejenis alcohol sehingga mineral berharganya bisa mengambang, yang ini kemudian diekstrak kembali dan sisanya 97% menjadi tailing,” jelas Toni.
Lokasi reklamasi hasil kegiatan pertambangan PT FI seluas sekitar 800 Ha dan semuanya sudah tumbuh menjadi hutan baru, khususnya yang 100 ha sudah ditanami dengan pohon buah-buahan, serta kolam ikan, penangkaran kupu-kupu dan peternakan sapi, hal ini untuk menujukkan bahwa ekosistem sudah kembali normal dilokasi reklamasi.
Setelah menjadi hutan baru setelah 10-15 tahun diperkirakan akan tumbuh sekitar 500 jenis tumbuhan termasuk buah-buahan dan setelah 20 tahun akan tumbuh sekitar 800 tumbuhan secara alami. Untuk buah – buahan yang dihasilkan dari lokasi reklamasi Departemen Lingkungan PT FI akan terus melakukan analisa secara rutin untuk melihat apakah buah-buahan tersebut aman untuk dikonsumsi, termasuk juga dengan ikan-ikan yang ada yang hidup di kolam bekas tailing.