Integrasi NIK dan NPWP Dimulai

Ilustrasi NPWP

 Integrasi Nomor Induk Kependudukan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat memperluas basis data, meningkatkan rasio pajak, dan mengukur kepatuhan masyarakat membayar pajak.

JAKARTA, Pemerintah telah mengeluarkan aturan turunan sekaligus teknis tentang proses integrasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Read More

Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022 tentang NPWP Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.

Peraturan yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 8 Juli 2022 ini, merujuk Pasal 2 ayat (1) berlaku efektif sejak 14 Juli 2022.

Produk hukum ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (1a) UU HPP yang berbunyi: “Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan Nomor Induk Kependudukan.”

NIK sebagai NPWP nantinya akan digunakan sebagai basis administrasi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dalam negeri, sedangkan badan usaha akan menggunakan Nomor Induk Berusaha (NIB).

Peraturan ini adalah langkah maju dalam implementasi single identity number menuju integrasi satu data nasional di seluruh pelayanan publik oleh pemerintah.

Lewat beleid ini juga, NPWP disamakan dengan identitas nomor KTP (kartu tanda penduduk) atau berbasis NIK.

Pemerintah menilai bahwa aturan ini akan memperkuat reformasi administrasi perpajakan yang sedang dijalankan oleh pemerintah saat ini. Kebijakan ini akan mulai berlaku secara penuh pada tahun 2023.

Mengutip data Kementerian Keuangan, terhitung sejak 19 Juli 2022 sudah ada setidaknya 19 juta Nomor Induk Kependudukan terintegrasi dengan NPWP.

Data terintegrasi setelah proses pemadanan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.

Meskipun demikian, tidak seluruh warga Indonesia yang sudah memiliki NIK atau KTP maka serta merta secara otomatis menjadi WP OP dan harus melakukan pemadanan data.

Menurut DJP, kewajiban membayar pajak hanya akan melekat pada setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Mereka yang tidak masuk syarat atau dalam kategori pendapatan tidak kena pajak (PTKP), tentu saja tidak dibebani ketentuan membayar pajak.

Lalu siapa saja yang wajib melakukan pemadanan data?

Berdasarkan PMK nomor 112/PMK.03/2022, pemadanan dilakukan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan penduduk pemilik NIK.

Nantinya, bagi wajib pajak tersebut, Direktur Jenderal Pajak akan memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan mengaktivasi NIK. Caranya, bisa berdasarkan permohonan pendaftaran wajib pajak sendiri atau secara jabatan (Pasal 2).

Adapun bagi penduduk yang baru mendaftar kepemilikan NPWP setelah aturan PMK ini dibuat, maka Direktur Jenderal Pajak akan mengaktivasi NIK sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak dan memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 15 (lima belas) digit bagi wajib pajak orang pribadi. Format 15 digit akan berlaku sampai 31 Desember 2023.

Kedua, NPWP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Bukan Penduduk, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.

Bagi yang masuk dalam kategori kedua, Direktur Jenderal Pajak memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan format 16 (enam belas) digit. Mereka yang masih menggunakan format NPWP 15 digit sebelum beleid diketok akan ditambahkan angka nol pada bagian akhir nomor wajib pajak.

Ketiga yakni NPWP bagi Wajib Pajak Cabang. NPWP Cabang adalah nomor pokok yang diberikan bagi tempat kegiatan usaha wajib pajak yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan WP.

Bagi mereka yang telah diterbitkan NPWP Wajib Pajak Cabang sebelum aturan ini dibuat, maka Ditjen Pajak akan memberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (Pasal 9).

Masa transisi pemberlakuan NIK sebagai NPWP akan berlaku sampai dengan akhir 2023, dan baru akan berjalan penuh pada 1 Januari 2024.

Per tanggal itu, NIK yang menjadi NPWP dan format baru lainnya akan berlaku di seluruh layanan DJP dan keperluan administrasi lainnya.

Beda data

Salah satu tantangan dalam integrasi ini adalah beda data antara NIK dan NPWP. Menurut Pasal 3 Huruf (3) dalam PMK itu disebutkan bahwa hasil pemadanan dapat dikelompokkan sebagai data valid, yaitu data identitas wajib pajak yang sudah padan dengan data kependudukan.

Kemudian data belum valid, yaitu data identitas wajib pajak yang belum padan dengan data kependudukan.

Bagi yang sudah sesuai, NIK bisa langsung dipakai setelah aktivasi. Namun bagi yang belum valid akan dilakukan klarifikasi terlebih dahulu.

Klarifikasi di dalamnya termasuk data alamat pos elektronik, nomor telepon seluler wajib pajak, data alamat tinggal, data lapangan usaha, maupun data unit keluarga.

Penyampaian permintaan klarifikasi oleh Direktur Jenderal Pajak dilakukan melalui laman Direktorat Jenderal Pajak; alamat pos elektronik wajib pajak; contact center Direktorat Jenderal Pajak; dan/ atau saluran lainnya yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak.

Menurut  Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Neilmaldrin Noor untuk keakuratan, wajib pajak harus melakukan perubahan data secara berkelanjutan sesuai keadaan sebenarnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku (Pasal 8).

 

Related posts

Leave a Reply