JAKARTA, Komisi III DPR RI terus memperdalam pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), yang mencakup berbagai aspek mekanisme acara pidana, mulai dari penyidikan hingga penerapan keadilan restoratif. Pada Senin (24/3/2025),
Komisi III menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum dengan perwakilan advokat dan masyarakat sipil di Kompleks Parlemen, Jakarta. Berikut adalah beberapa poin penting yang mengemuka dalam pembahasan draf RUU KUHAP tersebut.
1. Penghinaan Presiden Bisa Diselesaikan Lewat Restorative Justice (RJ)
Salah satu perubahan penting yang terjadi dalam draf RUU KUHAP adalah penghapusan ketentuan yang sebelumnya mengatur bahwa tindak pidana penghinaan terhadap presiden tidak bisa diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengonfirmasi bahwa hal ini adalah kekeliruan redaksional dalam draf yang sebelumnya diterbitkan.
“Pasal 77 seharusnya tidak mencantumkan penghinaan presiden dalam KUHP sebagai tindak pidana yang dikecualikan dari penyelesaian dengan RJ,” ujar Habib dalam keterangan tertulis. Kini, sejumlah tindak pidana yang sebelumnya dikecualikan, termasuk yang berhubungan dengan keamanan negara dan martabat Presiden, telah dihapus dan dapat diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif.
2. Siarkan Sidang Tanpa Izin Pengadilan Bisa Dipidana
Draf RUU KUHAP juga mencakup ketentuan terkait tata tertib persidangan. Pasal 253 ayat (3) mengatur bahwa setiap orang yang berada dalam ruang sidang dilarang untuk menyiarkan proses persidangan secara langsung tanpa izin dari pengadilan. Jika melanggar, pelaku dapat diproses secara hukum, sebagaimana diatur dalam ayat (4) pasal yang sama.
Ketentuan ini bertujuan untuk menjaga ketertiban dan menghindari penyalahgunaan siaran langsung yang dapat merusak proses peradilan.
3. Pemeriksaan Tersangka Tak Wajib Direkam dengan CCTV
Dalam hal prosedur penyidikan, pasal 31 ayat (2) dalam draf RUU KUHAP mengatur bahwa pemeriksaan terhadap tersangka dapat direkam dengan menggunakan kamera pengawas, namun tidak ada kewajiban bagi aparat penegak hukum untuk menggunakan CCTV saat melakukan pemeriksaan. Ini memberikan fleksibilitas kepada penyidik dalam pelaksanaan proses pemeriksaan, meskipun tetap memperhatikan standar prosedur yang ada.
4. Advokat Tidak Bisa Dituntut Saat Membela Klien
Draf RUU KUHAP juga memberikan perlindungan kepada advokat yang menjalankan tugas pembelaan klien. Pasal 140 ayat (2) mengatur bahwa advokat tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata ketika menjalankan tugas membela klien mereka dengan itikad baik. Hal ini merupakan hasil usulan dari Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia-Suara Advokat Indonesia (PERADI-SAI), Juniver Girsang, yang bertujuan untuk melindungi profesi advokat agar dapat bekerja secara independen dan profesional.