Indonesia Tetapkan RUKN 2025-2060

Foto: PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 milik PT Bukit Asam Tbk. (Dok: PTBA/Leo Lintang)

JAKARTA, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia telah menetapkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) hingga tahun 2060, dengan target utama mencapai Net Zero Emission (NZE). Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No. 85.K/TL.01/MEM.L/2025 yang disahkan pada 5 Maret 2025.

Rencana ini mencakup berbagai strategi dalam pengelolaan dan pemanfaatan energi, baik dari sumber energi baru terbarukan (EBT) maupun energi fosil. Salah satu aspek utama yang dibahas adalah upaya mengurangi emisi CO2 dengan mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar batu bara (PLTU) serta mempercepat pengembangan pembangkit berbasis energi terbarukan.

Read More

RUKN juga mengatur pemanfaatan energi terbarukan dan mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pengembangan berbagai teknologi energi yang ramah lingkungan. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan langkah penting menuju transisi energi yang berkelanjutan di Indonesia.

Salah satu poin penting dalam RUKN adalah pengaturan mengenai masa depan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Meskipun ada dorongan untuk beralih ke energi terbarukan, PLTU batu bara masih dapat beroperasi hingga 2050, dengan syarat menggunakan teknologi pengurangan emisi yang lebih ramah lingkungan.

PLTU baru hanya akan dibangun dalam kondisi tertentu, seperti jika proyek tersebut terintegrasi dengan industri yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah sumber daya alam, atau jika proyek tersebut merupakan proyek strategis nasional dengan kontribusi besar terhadap ekonomi. Selain itu, PLTU batu bara yang sudah ada dapat melakukan retrofitting untuk beralih menggunakan bahan bakar energi terbarukan, seperti biomassa atau amonia.

Pada 2060, Indonesia menargetkan sekitar 73,6% dari total konsumsi energi nasional akan berasal dari sumber energi baru dan energi terbarukan, yang mencakup energi terbarukan sekitar 49,5% dan energi baru sekitar 24,1%. Sumber energi fosil yang dilengkapi dengan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) akan menyumbang sekitar 26,4% dari total bauran energi.

Salah satu upaya untuk mencapai target ini adalah dengan mempercepat pembangunan pembangkit energi terbarukan (PLTB, PLTS, PLTP, PLTA) di berbagai wilayah, termasuk di daerah Papua, Nusa Tenggara, dan Kalimantan untuk mendukung produksi hidrogen hijau (green H2).

RUKN juga menggarisbawahi pentingnya pembangunan infrastruktur kelistrikan, termasuk pengembangan supergrid untuk interkoneksi antarpulau, yang akan dimulai pada tahun 2028. Di samping itu, pemerintah Indonesia memprediksi kebutuhan investasi pembangkit dan transmisi tenaga listrik antara provinsi akan mencapai sekitar USD 1,09 triliun pada periode 2025 hingga 2060, atau sekitar USD 30,33 miliar per tahun.

Dengan proyeksi permintaan listrik yang diperkirakan meningkat hingga 1.813 TWh pada 2060, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menyediakan pasokan listrik yang cukup dan berkelanjutan. Namun, dengan kebijakan yang ada dalam RUKN, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mempercepat transisi menuju sistem energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.

Related posts

Leave a Reply