Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pengisian empat jabatan struktural Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengabaikan aspek integritas.
Peneliti ICW Wana Alamsyah melalui keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu, mengatakan setidaknya terdapat tiga permasalahan terkait dengan seleksi jabatan struktural tersebut.
“Pertama, proses seleksi dilakukan secara tertutup. KPK sebagai institusi yang mengedepankan nilai transparansi dan akuntabilitas, saat ini telah jauh dari semangat tersebut. Hal ini terbukti dari jadwal yang telat yang disampaikan oleh Plt Juru Bicara KPK (Ali Fikri),” ujar Wana.
KPK pada Selasa (14/4), telah melantik empat orang untuk mengisi empat jabatan struktural, yaitu Brigjen Karyoto sebagai Deputi Penindakan, Mochamad Hadiyana sebagai Deputi Informasi dan Data, Kombes Endar Priantor sebagai Direktur Penyelidikan, dan Ahmad Burhanuddin sebagai Kepala Biro Hukum.
Berdasarkan hasil pantauan ICW, lanjut Wana, proses seleksi telah berlangsung sejak 5 Maret 2020. Namun jadwal mengenai tahapan seleksi baru diumumkan pada 31 Maret 2020.
Selain jadwal, kata dia, KPK pun tidak transparan terkait dengan para calon yang mengikuti seleksi pada setiap jabatan. Hal tersebut menimbulkan kesan bahwa KPK sedang berusaha menutupi informasi demi menguntungkan beberapa pihak.
“Padahal jelas apabila merujuk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, tugas dan wewenang KPK dilakukan berlandaskan pada keterbukaan dan akuntabilitas. Dengan mengabaikan aspek tersebut, pimpinan KPK berpotensi melanggar prinsip yang telah dimandatkan dalam UU,” ujar dia.
Kedua, ia mengatakan tidak adanya ruang bagi warga maupun pihak eksternal untuk berpartisipasi memberikan masukan.
Menurutnya, dalam proses seleksi jabatan publik yang pernah dilakukan oleh KPK atau pun institusi lainnya, kerap kali warga dan pihak eksternal diminta untuk memberikan catatan terhadap calon yang akan menduduki jabatan publik.
“Namun, informasi mengenai nama kandidat pun tidak diungkapkan semuanya ke publik oleh KPK. Hal ini makin menguatkan adanya nuansa yang sedang ditutupi oleh KPK dalam rangka menunjuk beberapa pihak semakin terlihat,” ungkap Wana.
Ketiga, ujar Wana lagi, pimpinan KPK tidak melihat aspek integritas sebagai poin utama yang harus dimiliki oleh setiap calon. Salah satu aspek integritas yang dapat dilihat adalah dari kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Ia mengungkapkan dari hasil pemantauan ICW terhadap keempat nama tersebut, tiga di antaranya tidak patuh dalam menyampaikan LHKPN, yakni Mochamad Hadiyana, Endar Priantoro, dan Karyoto.
“Pertanyaan pun muncul di tengah masyarakat, jika diketahui kandidat terpilih tidak patuh dalam melaporkan LHKPN, mengapa tetap dicalonkan oleh institusinya. Ini mengartikan institusi mereka terdahulu tidak menganggap LHKPN sebagai sebuah entitas penting dalam menilai integritas,” kata Wana.
Selain itu, ia juga menyoroti tiga jabatan struktural dalam bidang penindakan di KPK saat ini diisi oleh unsur kepolisian, yakni Deputi Penindakan, Direktur Penyelidikan, dan Direktur Penyidikan.
Hal itu dikhawatirkan dapat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan pada saat ada kasus dugaan korupsi yang melibatkan institusi Polri.
“Tak hanya itu, potensi loyalitas ganda pun sulit untuk dihindarkan. Sebab, di waktu yang sama para kandindat terpilih yang berasal dari Korps Bhayangkara memiliki dua atasan sekaligus, yakni Kapolri dan Komisioner KPK,” ujar dia pula.
Krena itu, kata dia, ICW mendesak agar pimpinan KPK memberikan informasi mengenai seluruh hasil seleksi jabatan struktural kepada publik.
“Kedua, Dewan Pengawas KPK segera melakukan evaluasi terhadap proses seleksi jabatan struktural yang dilakukan oleh pimpinan KPK,” ujar Wana.