Harga Ayam Anjlok hingga Rp9.000/kg, Peternak Rugi Besar

JAKARTA, Harga ayam broiler atau ayam potong di tingkat peternak terus merosot tajam, bahkan menyentuh level Rp9.000 per kilogram. Kondisi ini membuat banyak peternak ayam mengalami kerugian besar karena harga jual jauh di bawah biaya produksi.

Menurut data Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga ayam hidup (live bird) di beberapa wilayah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, hingga Jabodetabek hanya berkisar antara Rp13.200 hingga Rp14.400 per kilogram. Padahal, titik impas atau Break Even Point (BEP) peternak berada di kisaran Rp19.000/kg, dan harga acuan penjualan (HAP) pemerintah ditetapkan sebesar Rp25.000/kg.

Read More

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyebutkan bahwa anjloknya harga ayam ini mengindikasikan adanya dugaan maladministrasi dalam sistem distribusi dan pengendalian produksi ayam oleh pemerintah.

“Ombudsman bukan pengamat harga ayam, ya. Tapi kami masuk karena ini sudah menyangkut pelayanan publik,” kata Yeka dalam acara Foodagri Insight CNBC Indonesia, Kamis (24/4).

Yeka mengaku menerima banyak keluhan dari peternak di Jawa Barat yang mengalami kerugian besar usai Lebaran 2025. Berdasarkan data yang diterima Ombudsman, kerugian peternak bisa mencapai Rp80 miliar per minggu jika populasi ayam hanya 10% dari total produksi nasional.

Yeka menyebut ada dua penyebab utama turunnya harga ayam potong di pasaran:

  1. Kebijakan impor ayam grand parent stock (GPS) yang meningkatkan jumlah ayam di dalam negeri secara signifikan.
  2. Lemahnya pengawasan dan pengendalian produksi oleh pemerintah, sehingga produksi ayam terus meningkat tanpa disesuaikan dengan kebutuhan pasar.

“Harga ayam sudah di bawah HAP, ini berarti pengawasan belum memadai. Apalagi kita sudah punya harga acuan dari pemerintah. Tapi kenapa tidak ada tindakan?” tegas Yeka.

Sebagai solusi jangka pendek, Ombudsman RI mendesak Kementerian Pertanian (Kementan) dan Bapanas untuk segera melakukan intervensi pasar, salah satunya dengan menyerap stok ayam langsung dari peternak.

“Kalau tidak ada penyerapan, ya pasti harga akan seperti ini terus,” ujarnya.

Yeka juga menyarankan agar pemerintah melibatkan pelaku usaha swasta dalam proses penyerapan, jika belum mampu melakukannya sendiri. Ia menyoroti perlunya program penyerapan ayam yang setara dengan program pembelian gabah oleh Bulog.

“Kalau beras kan ada Bulog, pemerintah sudah punya program menyerap gabah dari petani. Tapi untuk ayam, belum ada program se-prudent itu,” jelasnya.

Selain itu, Ombudsman kembali mengingatkan pentingnya peningkatan kompetensi pengawasan, termasuk pengendalian terhadap produksi oleh perusahaan breeding. Produksi ayam harus disesuaikan dengan proyeksi permintaan yang saat ini berkisar 60–65 juta ekor per minggu.

Related posts

Leave a Reply