JAKARTA, Indonesia mungkin tengah menghadapi titik balik yang krusial dalam perjalanan ekonominya. Laporan terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) bertajuk Indonesia Economic Outlook Q2-2025 mengungkap sinyal pelemahan mendasar dalam mesin pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam laporan yang dirilis Minggu (4/5), LPEM FEB UI menyebut bahwa ekonomi Indonesia tampaknya mulai “kehabisan bahan bakar” setelah dua dekade pertumbuhan inklusif. Data menunjukkan bahwa sejak 2018, sebelum pandemi Covid-19, sejumlah indikator kesejahteraan utama mulai menunjukkan tren penurunan yang mengkhawatirkan.
Antara tahun 2000 hingga 2019, Indonesia mencatat kemajuan pesat dalam pengentasan kemiskinan dan perluasan kelas menengah. Persentase penduduk miskin turun dari 18,95% menjadi 9,41%, sementara kelas menengah melonjak dari 4,4% ke 21,45%. Kelompok rentan—yang berada di ambang kemiskinan—turut menurun signifikan.
Namun, tren positif ini mulai berbalik arah sejak 2018. LPEM mencatat bahwa meskipun tingkat kemiskinan berhasil ditekan ke 9,0% pada 2024, kelompok rentan justru melonjak drastis menjadi 24,2%. Yang lebih mengkhawatirkan, kelas menengah menyusut tajam ke 17,1%, turun ke level yang terakhir terlihat tujuh tahun lalu.
“Yang penting dicatat, pelemahan ini bukan semata-mata akibat disrupsi struktural dari pandemi Covid-19 karena kontraksi sudah mulai terjadi sejak 2018,” tulis LPEM FEB UI dalam laporannya.
Menurut analisis LPEM FEB UI, ekonomi Indonesia yang selama ini bertumpu pada konsumsi domestik kini mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Model pertumbuhan yang ada dinilai hanya cukup kuat untuk mencegah masyarakat jatuh kembali ke garis kemiskinan, namun belum mampu mengangkat mereka keluar dari status kerentanan secara berkelanjutan.
“Ini bisa jadi menandai berakhirnya dua dekade perbaikan kesejahteraan yang membentuk dua dekade pertama milenium ini,” tulis LPEM.
Pelemahan kelas menengah dinilai berdampak langsung pada kekuatan konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi kontributor utama Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin Indonesia akan memasuki fase stagnasi ekonomi yang lebih panjang.