Ekonomi Lesu di Awal Pemerintahan Prabowo, Ekonom: Program Terlalu Ambisius dan Tidak Sesuai Fiskal

Tangkapan layar - Ilustrasi - Presiden RI Prabowo Subianto saat berpidato usai pelantikan di Jakarta, Minggu. (20/10/2024). ANTARA/Youtube Sekretariat Presiden/pri.

JAKARTA, Memasuki enam bulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, janji pertumbuhan ekonomi hingga 8% masih jauh dari kenyataan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada kuartal I-2025, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,87% secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu.

Kondisi ini menjadi sorotan banyak pihak, termasuk ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin. Ia menilai pertumbuhan ekonomi yang melambat mencerminkan daya saing nasional yang melemah akibat iklim usaha yang memburuk.

Read More

“Dampaknya, deindustrialisasi terus terjadi, kualitas lapangan kerja memburuk, dan daya beli masyarakat melemah. Ini problem struktural yang makin parah dengan adanya perang dagang global,” ujar Wijayanto pada Kamis (8/5).

Pemerintahan Prabowo-Gibran telah meluncurkan sejumlah program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pembangunan 3 juta rumah rakyat, dan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Namun, menurut Wijayanto, program-program tersebut dinilai terlalu ambisius dan belum sejalan dengan kondisi keuangan negara saat ini.

“Program ini terlalu ambisius, tidak sesuai dengan kemampuan fiskal dan kebutuhan rakyat yang paling mendesak. Perlu dikalibrasi ulang agar lebih realistis,” tambahnya.

Ia juga membandingkan kondisi saat ini dengan enam bulan pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2015. Menurutnya, kala itu utang masih menjadi alat efektif untuk mendongkrak pertumbuhan. Namun saat ini, ruang fiskal dinilai semakin sempit, membuat pemerintah sulit mengandalkan utang sebagai penopang ekonomi.

“Situasi ini sangat disayangkan. Kita semua berharap pemerintahan Prabowo dapat membawa kesejahteraan, tetapi dibutuhkan perbaikan mendasar agar tidak tertinggal,” tegasnya.

Sementara itu, pemerintah mengklaim stabilitas pangan tetap terkendali dalam enam bulan pertama, namun para pengamat menekankan pentingnya reformasi struktural dan fokus pada sektor produktif agar pertumbuhan ekonomi benar-benar inklusif dan berkelanjutan.

Related posts

Leave a Reply