JAKARTA, Program unggulan Presiden Prabowo Subianto, Makan Bergizi Gratis (MBG), kembali mendapat sorotan tajam dari kalangan akademisi. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi korupsi masif dalam pelaksanaan program yang digadang-gadang menyasar hingga 83 juta pelajar di seluruh Indonesia.
Menurut Wijayanto, program ini berisiko menjadi kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia, menyusul laporan penutupan salah satu Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kalibata, Jakarta Selatan, akibat kerugian hampir Rp1 miliar. Kerugian tersebut diduga kuat akibat praktik penggelapan dana oleh pihak yayasan pengelola.
“Pencegahan korupsi apa sudah memadai? Dikhawatirkan MBG berpotensi menjadi kasus korupsi terbesar dan termasif dalam sejarah Indonesia,” ujarnya saat diwawancarai , Minggu (20/4).
Wijayanto menilai bahwa program MBG diluncurkan tanpa perencanaan teknokratis yang matang. Menurutnya, peluncuran program ini lebih bernuansa politis ketimbang berdasarkan kajian dan analisis menyeluruh.
“Beberapa concern utama, misalnya apakah benar kita perlu menyasar hingga 83 juta siswa? Apakah sudah ada studi dan analisis cost-benefit-nya? Saat ini baru 3 juta siswa yang terjangkau. Brazil saja butuh 11 tahun untuk menjangkau 22 juta siswa,” ungkapnya.
Ia menilai target yang ditetapkan pemerintah terkesan ambisius dan tidak realistis, terutama mengingat tenggat waktu hingga November 2025 yang dinilai terlalu sempit.
Dari sisi anggaran, Wijayanto memperkirakan program MBG bisa menyedot dana hingga Rp300 triliun per tahun, sebuah angka yang sangat besar dalam kondisi fiskal yang saat ini tengah menghadapi tekanan, termasuk persoalan likuiditas dan arus kas negara.
“Secara kasat mata, ini tampak seperti program yang dipaksakan,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti potensi penyimpangan yang besar di lapangan, terutama karena pelaksanaan program dilakukan dengan tergesa-gesa dan tanpa sistem pengawasan yang kuat. Dengan budaya korupsi yang dinilainya sudah mengakar di berbagai level pemerintahan, risiko kebocoran anggaran pun dinilai sangat tinggi.
“Kita harus sadar, budaya korupsi sudah merajalela di Indonesia, dari atas sampai ke bawah. Maka dari itu, ke depan perlu dilakukan rekalibrasi. Target dan perencanaan harus disesuaikan agar program MBG selaras dengan kebutuhan nyata dan sejalan dengan kapasitas fiskal negara,” pungkasnya.