Duta nasional UNICEF Indonesia Nicholas Saputra mengajak masyarakat di Tanah Air agar belajar tentang cara menghadapi perubahan iklim dari orang-orang yang tinggal di pedesaan.
“Dari film Semes7a yang saya jalani kemarin, justru kita yang mesti belajar banyak tentang bagaimana menghadapi perubahan iklim dari orang-orang yang tinggal di rural area,” kata dia terkait peringatan Hari Bumi melalui konferensi video di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, orang-orang yang tinggal di pedesaan merupakan kelompok pertama terdampak dari perubahan iklim. Sehingga mereka sudah belajar banyak tentang perubahan iklim lokal.
Hal itu tergambar dari cara-cara yang dilakukan masyarakat pedesaan menghadapi perubahan iklim lokal dengan upaya mitigasi dan melakukan adaptasi.
Aktor sekaligus produser film Semes7a itu mencontohkan masyarakat Hindu Bali yang merayakan Nyepi. Kondisi tersebut cukup relevan dengan situasi saat ini dimana penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Ketika kita lockdown seperti saat ini, Bali sudah melakukannya satu tahun sekali,” katanya.
Kontribusi Bali terutama saat peringatan Nyepi terhadap perubahan iklim yaitu mengurangi sepertiga emisi hariannya sebesar 30 ribu ton CO2.
Menurut dia, banyak agama di Indonesia yang sudah mempunyai inisiatif untuk melakukan sesuatu untuk menjaga lingkungan yang digerakkan melalui kepercayaan.
Menurutnya, apabila semua pihak bisa lebih banyak belajar, terbuka dan mendengar tentang masyarakat yang hidupnya bersentuhan langsung dengan alam, maka persoalan perubahan iklim dapat diatasi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK Ruandha Agung S mengingatkan masyarakat di Tanah Air bahwa bumi hanya ada satu dan tidak ada bumi lainnya sehingga perlu dijaga dengan bertindak secara konkret dan realistis.
“Mulai hari ini upaya kita harus konkret dan realistis agar bumi nyaman untuk dihuni,” katanya.