Dua Wajah Penghapusan “Outsourcing”: Antara Komitmen Presiden dan Keraguan Buruh

JAKARTA, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk menghapus sistem outsourcing dalam pidatonya pada peringatan Hari Buruh 2025 di Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025). Namun, di tengah sorak sorai dukungan terhadap komitmen tersebut, suara skeptis tetap terdengar dari kalangan buruh.

Salah satunya datang dari Samino (45), buruh asal Karawang, yang menilai janji tersebut belum menyentuh akar persoalan. “Outsourcing ini sudah penyakit lama. Dari dulu tiap ganti presiden dibilang mau dihapus, tapi tetap saja jalan terus,” ujar Samino kepada wartawan, Kamis (1/5/2025).

Read More

Baginya, apa yang disampaikan Presiden terdengar lebih seperti kampanye ketimbang langkah nyata.

“Sebenarnya saya pesimis dengan apa yang disampaikan tadi. Tadi seolah-olah kayak lagi kampanye,” ujarnya.

Meski demikian, Samino menyambut baik niat Prabowo. Ia menyebut penghapusan sistem outsourcing memang sangat dibutuhkan buruh. Sistem ini dianggap melegalkan upah murah dan memperburuk kondisi kerja. Buruh outsourcing umumnya tidak mendapat kepastian status, perlindungan hukum, ataupun jaminan sosial yang memadai.

“Kalau itu benar-benar dihapus, saya akan sangat mendukung. Tapi jangan cuma wacana,” kata Samino.

Di sisi lain, Presiden Prabowo menegaskan bahwa meski dia berkomitmen untuk mewujudkannya, penghapusan outsourcing tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Prabowo menilai, perlu ada mekanisme transisi yang realistis agar tidak menimbulkan gejolak di dunia usaha. “Kita ingin hapus outsourcing, tapi kita juga harus realistis. Kita harus menjaga kepentingan para investor juga,” ucap Prabowo dalam pidatonya pada aksi Hari Buruh 2025 di Monas.

Sebagai langkah awal, Prabowo mengumumkan pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional yang akan menjadi penasihat Presiden dalam menyusun arah kebijakan ketenagakerjaan, termasuk mengatur transisi penghapusan sistem alih daya. Selain itu, Prabowo juga memperkenalkan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK), yang diharapkan dapat mencegah PHK sepihak dan melindungi hak-hak pekerja.

Bagi Samino, langkah-langkah tersebut masih terlalu normatif. Ia berharap Presiden segera menindaklanjuti ucapannya dengan kebijakan hukum konkret. “Kalau serius mau hapus outsourcing, ya bikin saja perppu atau keppres. Atau dorong partai-partai koalisi di DPR untuk revisi undang-undang,” tegasnya.

Dengan mayoritas kekuatan politik di parlemen berada di tangan koalisi pemerintah, menurut Samino, tak ada alasan teknis untuk menunda pengambilan keputusan strategis seperti ini.

Related posts

Leave a Reply