DPR Pertanyakan Polemik Arsip Ijazah Peserta Pemilu, KPU dan ANRI Diminta Beri Penjelasan Jelas ke Publik

Foto : KPU

JAKARTA, Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Khozin, mempertanyakan polemik dugaan pemusnahan ijazah peserta pemilu yang belakangan ramai dibahas publik. Pertanyaan itu disampaikannya dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (24/11/2025).

Khozin mengawali dengan menyinggung Peraturan KPU (PKPU) Nomor 17 Tahun 2023 yang menyatakan bahwa ijazah tidak termasuk dalam dokumen Jadwal Retensi Arsip (JRA). Ia kemudian membandingkannya dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Read More

“Nah, ini saya mohon penjelasan dari ANRI dan KPU. Sebetulnya ijazah itu masuk benda yang untuk diarsipkan atau enggak?” tanya Khozin.

Menurutnya, jumlah ijazah calon presiden tidak banyak, hanya tiga hingga empat dokumen setiap lima tahun. Karena itu, ia mempertanyakan apakah dokumen tersebut termasuk arsip yang harus disimpan secara nasional sesuai ketentuan UU Kearsipan.

“Kita di Komisi II agak kurang nyaman akhir-akhir ini narasi publik berseliweran, urusan ijazah enggak kelar-kelar,” keluhnya. Khozin meminta KPU dan ANRI menjelaskan duduk perkara secara gamblang agar publik tidak terus disuguhi spekulasi.

“KPU juga sama, jangan berubah-ubah memberikan statement. Yang awal bilang dimusnahkan, kemudian diralat. Sebetulnya seperti apa?” tambahnya.

Kepala ANRI, Mego Pinandito, menegaskan bahwa ijazah merupakan arsip otentik yang berada pada pemiliknya.

“Ijazah itu biasanya selalu disimpan oleh yang punya ijazah. Jadi kalau ditanya arsipnya di mana? Arsip pasti ada dan dimiliki yang bersangkutan,” ujar Mego.

Ia menjelaskan, untuk kepentingan pencalonan presiden, KPU hanya menyimpan salinan atau fotokopi ijazah yang telah dilegalisasi. Dokumen tersebut bukan arsip otentik dan perlu diklasifikasi ulang sebelum dinyatakan sebagai arsip statis yang dapat diserahkan ke ANRI.

Mego juga menegaskan bahwa masa retensi arsip tidak ditentukan ANRI, melainkan oleh KPU sebagai pencipta arsip. “Nanti ada masa retensi yang ditetapkan bukan oleh ANRI, tapi KPU,” katanya.

Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, menjelaskan bahwa PKPU Nomor 17 Tahun 2023 mengatur penyimpanan dokumen pencalonan dalam JRA dengan masa simpan lima tahun—tiga tahun aktif dan dua tahun inaktif. Dokumen itu mencakup surat pernyataan, tim kampanye, nomor rekening, visi-misi, surat keterangan, dan daftar riwayat hidup pasangan calon.

“Terkait dokumen ijazah, itu sudah diberikan kepada pihak yang mengajukan permohonan,” ujar Afifuddin. Ia mengatakan polemik yang muncul di Komisi Informasi Pusat (KIP) lebih berkaitan dengan buku agenda, bukan keberadaan ijazah itu sendiri.

“Dokumen tersebut ada. Hanya buku agenda yang kemarin dalam sidang KIP itu ditanya,” tambahnya.

Afifuddin menegaskan KPU berkomitmen menjaga seluruh dokumen pencalonan dan menjadikan maraknya permintaan dokumen pascapemilu sebagai catatan penting untuk memperbaiki tata kelola di masa mendatang.

Khozin meminta KPU dan ANRI menyampaikan informasi secara konsisten dan terbuka kepada publik agar polemik yang berulang tentang keaslian maupun keberadaan ijazah dapat diselesaikan melalui jalur institusional, bukan asumsi publik.

Rapat tersebut menjadi forum pertama setelah berbagai pernyataan tentang arsip ijazah saling tumpang tindih di ruang publik, sehingga DPR menilai klarifikasi menyeluruh sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses pencalonan dan lembaga penyelenggara pemilu.

Related posts

Leave a Reply