JAKARTA, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan izin kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk menggelar sidang dugaan pelanggaran etik di masa reses. Sidang ini akan memeriksa sejumlah anggota DPR non-aktif yang diduga terlibat dalam penyulutan aksi demonstrasi besar pada akhir Agustus lalu.
“Pimpinan DPR sudah mengizinkan untuk mengadakan sidang terbuka MKD di masa reses,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, dikutip Rabu (22/10/2025).
Menurut Dasco, agenda dan teknis pelaksanaan sidang diserahkan sepenuhnya kepada MKD. Ia memastikan proses tersebut akan berlangsung secara terbuka dan transparan.
“Agendanya diserahkan sepenuhnya kepada MKD; rencananya akan dimulai pada 29 Oktober 2025,” jelasnya.
Lima anggota DPR yang berstatus non-aktif dan akan menjalani pemeriksaan etik berasal dari beberapa fraksi besar. Mereka adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem, Uya Kuya dan Eko Patrio dari Partai Amanat Nasional (PAN), serta Adies Kadir dari Partai Golkar.
Kelima nama tersebut menjadi sorotan publik lantaran berbagai pernyataan dan sikap mereka yang dinilai memicu kontroversi di tengah situasi sosial dan ekonomi yang sulit.
Nafa Urbach dan Adies Kadir menuai kritik setelah menanggapi kebijakan kenaikan tunjangan perumahan anggota DPR yang dinilai tidak peka terhadap kondisi ekonomi rakyat.
Sementara Eko Patrio dan Uya Kuya dikecam warganet karena dianggap meremehkan kritik publik dengan pernyataan soal “kebiasaan anggota DPR yang gemar joget.”
Sedangkan Ahmad Sahroni, yang sebelumnya dikenal aktif di berbagai isu sosial, dikecam karena melontarkan kata-kata kasar terhadap kelompok masyarakat yang menyerukan pembubaran DPR saat aksi protes besar akhir Agustus lalu.
Sumber di lingkungan MKD menyebut, sidang akan menyoroti etika komunikasi publik, sikap representatif anggota dewan, serta potensi pelanggaran kode etik DPR. MKD juga akan memanggil sejumlah saksi dan meminta keterangan ahli terkait dampak sosial dari pernyataan-pernyataan anggota tersebut.
“Kami ingin memastikan proses etik berjalan objektif dan sesuai tata beracara. Publik berhak tahu sejauh mana tanggung jawab moral anggota DPR terhadap ucapannya,” ujar salah satu anggota MKD yang enggan disebut namanya.
Sidang etik yang akan digelar pada akhir Oktober ini diharapkan menjadi momentum evaluasi perilaku publik para legislator, sekaligus pengingat pentingnya integritas dan sensitivitas sosial pejabat publik dalam setiap pernyataan dan tindakan.