JAKARTA, Anggota DPR RI Nurul Arifin menegaskan bahwa 12 isu strategis perempuan yang dirumuskan dalam Musyawarah Ibu Bangsa 2025 tidak boleh berhenti sebagai wacana, tetapi harus diterjemahkan secara konkret ke dalam kebijakan dan kerja nyata di parlemen.
“Inti dari semua perjuangan ini adalah tidak mendomestifikasi perempuan, melainkan mendorong perempuan untuk terus berkiprah sesuai dengan kemampuannya, kehendaknya, dan memiliki otoritas atas dirinya sendiri,” kata Nurul dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (24/12/2025).
Nurul menyampaikan hal tersebut menanggapi Musyawarah Ibu Bangsa 2025 bertajuk Pulang ke Semangat 1928: Suara Perempuan untuk Indonesia Berkeadilan 2045 yang diselenggarakan oleh Kaukus Perempuan Parlemen DPR RI di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan.
Ia menekankan bahwa agenda tersebut menjadi fondasi penting dalam mewujudkan Indonesia yang berkeadilan gender menuju 2045. Menurut Nurul, 12 isu strategis yang dirumuskan merupakan agenda lintas sektor yang mencerminkan tantangan nyata perempuan Indonesia saat ini.
Isu-isu tersebut meliputi kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan; ketimpangan ekonomi dan ketenagakerjaan; kesehatan perempuan; politik, kepemimpinan, dan representasi; lingkungan dan krisis iklim; serta isu digital, kecerdasan artifisial, dan budaya pop. Selain itu, isu identitas, disabilitas, dan interseksionalitas; budaya, sejarah, dan ingatan kolektif; reformasi hukum, peradilan, dan kejaksaan; reformasi sektor kemanusiaan yang melibatkan TNI dan Polri; reformasi kampus dan kajian gender; serta reformasi birokrasi dan pelayanan publik yang berkeadilan gender juga menjadi perhatian.
Nurul menilai sebagian besar isu tersebut sejatinya telah memiliki payung hukum, meskipun belum sepenuhnya komprehensif. Tantangan utama, kata dia, terletak pada lemahnya implementasi kebijakan di lapangan.
“Sebetulnya undang-undangnya sudah ada, meski belum semua. Tantangannya lebih pada soal implementasi dan ide, dan itu yang akan kami dorong terus di parlemen,” ujarnya.
Dalam konteks legislasi, Nurul juga menyinggung pentingnya percepatan pembahasan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU), seperti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan RUU Pemilu. Terkait RUU Pemilu, ia menegaskan bahwa proses rekrutmen politik harus menjamin keterlibatan perempuan secara adil dan setara.
“PR kita adalah terus mendorong agar dalam setiap rekrutmen politik, keterlibatan perempuan dijamin, tanpa tebang pilih, dan dengan prinsip kesetaraan bagi semua,” kata anggota Komisi I DPR RI tersebut.
Nurul menegaskan, perjuangan atas 12 isu strategis perempuan tidak dimaksudkan untuk membatasi peran perempuan di ranah domestik. Sebaliknya, agenda tersebut diarahkan agar perempuan memiliki kebebasan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri dan berkontribusi penuh dalam pembangunan bangsa.







