JAKARTA, Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Yogi Indra P, atas nama DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Ketum Haris Pertama dan Sekjend Gandung R.N. menyatakan sikap mendukung penuh Gerakan Aksi 1 Juta Buruh pada tanggal 10 Agustus 2022 untuk menolak UU No. 11 tentang Cipta Kerja dan UU No. 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3).
Yoga mengatakan sikap DPP KNPI ini berdasarkan bahwa penyusunan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan UU No. 13 Tahun 2022 tentang P3 ini dirumuskan secara tidak baik dan terkesan terburu-buru oleh Pemerintah dan DPR. Menghidupkan kembali UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang cacat.
Yang mana perubahan substansi setelah Paripurna DPR RI pada tanggal 5 Oktober 2020 pada UU Cipta Kerja justru dilegitimasi oleh UU No. 13 Tahun 2022 tentang P3 pada pasal 72 RUU yang sudah disahkan melalui paripurna dapat dilakukan perbaikan dalam hal teknis penulisan. Menurut Yoga, kondisi ini dikhawatirkan terjadi penyelundupan hukum dalam peraturan perundang-undangan oleh segelintir orang (pimpinan alat kelengkapan DPR dan Pemerintah diwakili oleh Kementerian yang membahas).
Melihat kebelakang UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan Mahkamah Konsutitusi cacat formil dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada tanggal 25 November 2021. Batas waktu perbaikan oleh Pemerintah dan DPR paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan dibacakan, apabila dalam batas waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka menjadi inkonstitusional permanen.
Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman “Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan”.
Atau bisa diartikan “Perbaikan tersebut perlu dilakukan sesuai dengan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang baku dan harus tunduk pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, terutama dalam hal asas keterbukaan dan pemenuhan hak publik untuk berpartisipasi”.
Pada awal perubahan dengan merujuk pada putusan MK maka wajib memberikan legitimasi terhadap penggunaan omnimbus law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Penggunaan omnibus law dalam pembentukan UU membutuhkan landasan hukum baku, sebab omnimbus law memiliki sifat kekhususan atau berbeda dengan cara-cara yang selama ini baku digunakan.
Pada tanggal 16 Juni 2022 Pemerintah bersama DPR telah menetapkan UU No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Penetapan UU P3 ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai dasar penetapan UU Cipta Kerja.
Tetapi lagi-lagi Pemerintah dan DPR mengabaikan dasar putusan MK terhadap UU Cipta Kerja terkait dengan “asas keterbukaan dan pemenuhan hak publik untuk berpartisipasi”. Pembentukan UU No. 13 Tahun 2022 tentang P3 ini dinilai tidak transparan dan mengabaikan hak-hak publik dalam berpartisipasi.
Pembahasan UU No. 13 Tahun 2022 tentang P3 dimulai pada tanggal 7 April 2022, pembahasan disiarkan melalui TV Parlemen dan Youtube DPR. Dengan melalui kanal tersebut maka terlihat dengan jelas hanya bersifat memberikan informasi (hanya memenuhi keterbukaan), tanpa adanya ruang publik untuk berpatisipasi memberikan pertanyaan, masukan melalui diskusi-diskusi. Dan perubahan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan melalui UU No. 13 Tahun 2022 tentang P3 hanya untuk mengakomodasi omnibus law pada UU Cipta Kerja dinilai sangat tidak tepat.