Dono Parwoto Dituntut 8 Tahun Penjara atas Kasus Korupsi Proyek Tol Layang MBZ

ANTARA/Agatha Olivia Victoria

JAKARTA, Dono Parwoto, yang merupakan mantan Kepala Divisi III PT Waskita Karya, dituntut hukuman penjara selama 8 tahun. Jaksa meyakini bahwa Dono terlibat dalam tindak pidana korupsi terkait proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II atau yang dikenal juga dengan sebutan Tol Layang MBZ pada tahun 2016–2017.

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Dono Parwoto oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan dalam rumah tahanan negara,” ujar jaksa saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2025).

Read More

Selain hukuman penjara, Dono juga dikenakan tuntutan denda sebesar Rp 1 miliar. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan digantikan dengan hukuman kurungan selama 6 bulan.

Jaksa turut menuntut pengembalian uang pengganti senilai Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar) kepada dua korporasi yakni KSO Waskita Acset dan KSO Bukaka Krakatau Steel. Jaksa menilai Dono melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, sidang pembacaan dakwaan terhadap Dono Parwoto telah digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (20/1). Dalam dakwaan tersebut, Dono disebut telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Tol Japek II atau Tol Layang MBZ pada periode 2016–2017.

Jaksa menyebutkan bahwa Dono melakukan perbuatan tersebut bersama Djoko Dwijono selaku Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) untuk periode 2016–2020 sekaligus Pejabat Pengadaan di proyek tersebut, Yudhi Mahyudin sebagai Ketua Panitia Lelang, Sofiah Balfas sebagai Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama sejak 2008 sekaligus Kuasa KSO Bukaka PT KS, serta Tony Budianto Sihite selaku Team Leader Konsultan Perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan juga Pemilik PT Delta Global Struktur.

“Yang merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar),” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa menjelaskan bahwa perbuatan Dono dan kawan-kawan telah memberikan keuntungan bagi KSO Waskita Acset sebesar Rp 367.335.518.789,41 (Rp 367 miliar) dan bagi KSO Bukaka Krakatau Steel sebesar Rp 142.749.742.696,00 (Rp 142 miliar). Mereka disebut melakukan perubahan terhadap spesifikasi, menurunkan volume pekerjaan, serta menurunkan mutu dari “steel box girder” dalam pembangunan Tol MBZ.

Akibat dari perubahan tersebut, fungsi Jalan Tol MBZ menjadi tidak memenuhi standar keamanan dan kenyamanan untuk kendaraan golongan III, IV, dan V. Jaksa juga menyatakan bahwa Dono, Djoko, dan Yudhi mengetahui dan menyetujui tindakan Tony yang dengan sengaja tidak mencantumkan mutu beton K-500.

Padahal, mutu beton K-500 merupakan ketentuan yang tercantum dalam dokumen spesifikasi khusus dengan kekuatan tekan fc’ 41,5 Mpa. Namun, dalam dokumen perencanaan setelah adanya kontrak dengan KSO Waskita Acset, nilai mutu tersebut diubah menjadi fc’ 30 Mpa. Akibatnya, mutu beton yang dihasilkan dalam pelaksanaan hanya berkisar antara fc’ 20 Mpa hingga fc’ 25 Mpa, yang tidak memenuhi standar keamanan.

Selain itu, jaksa mengungkapkan bahwa Dono, Djoko, dan Tony juga melakukan kerja sama dalam mengurangi volume pekerjaan struktur beton. Mereka menyetujui pekerjaan dengan volume yang tidak sesuai dengan Rencana Tahap Akhir (RTA). Hal tersebut menyebabkan kekurangan volume pada beberapa pekerjaan, antara lain pier head sebesar 7.655,07 M3, pilar sebesar 2.788,20 M3, tiang bor beton “casy in place” sebesar 4.787,32 M1, serta baja tulang sebesar 22.251.640,85 Kg.

Jaksa juga menyebut bahwa Dono melakukan subkontrak pada proyek pembangunan Tol MBZ tanpa mendapatkan izin dari pihak JJC. Dalam pelaksanaan subkontrak tersebut, ditemukan kekurangan dalam hal volume dan mutu pekerjaan.

Related posts

Leave a Reply