JAKARTA, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menegaskan komitmennya untuk menindak tegas bahkan memecat oknum pegawai pajak yang terbukti melakukan pemalakan atau aksi premanisme terhadap wajib pajak. Penegasan ini disampaikan menyusul laporan dugaan premanisme yang terjadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Tigaraksa, Banten.
“Fraud sedikit pun akan saya tindak, bahkan akan saya pecat,” tegas Bimo dalam Media Briefing di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Senin (20/10/2025).
Pernyataan ini merupakan respons terhadap laporan dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melalui kanal Lapor Pak Purbaya, yang menyoroti adanya dugaan pemerasan oleh Account Representative (AR) di KPP Tigaraksa. Purbaya menyebut adanya tindakan memaksa dari oknum AR yang meminta uang kepada wajib pajak.
“Saya cek minggu depan KPP Tigaraksa harus sudah rapi, tidak ada premanisme. Dia minta duit, pasti maksa ya? Hebat juga, kreatif,” ungkap Purbaya dalam pernyataan kepada media pada Jumat (17/10/2025).
Bimo mengatakan bahwa pihaknya telah menginstruksikan Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Namun, ia juga menyoroti bahwa informasi awal yang diterima masih terbatas.
“Informasi disampaikan lewat WhatsApp, jadi masih sangat terbatas. Kami harus klarifikasi lebih lanjut, termasuk siapa AR yang dimaksud dan indikasi premanisme-nya seperti apa,” jelas Bimo.
Menurut Bimo, aduan yang masuk melalui kanal Lapor Pak Purbaya terbagi menjadi dua jenis: perbaikan kebijakan dan perbaikan administratif. Jika aduan terkait fraud, maka akan dilanjutkan ke unit anti-fraud DJP atau melalui sistem pelaporan whistleblowing yang lebih formal.
DJP mendorong pelapor untuk menggunakan kanal Whistleblowing System (WBS) agar penindakan dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel.
“Harapannya pelapor bisa masuk ke sistem whistleblow kita, menunjukkan siapa AR yang dimaksud dan indikasi pelanggarannya, agar bisa diproses sesuai aturan,” tambahnya.
Pernyataan tegas dari Dirjen Pajak ini menunjukkan komitmen institusi dalam membersihkan praktik buruk di lingkungan birokrasi pajak yang mencoreng upaya reformasi perpajakan.
Isu premanisme pajak kerap menjadi sorotan publik karena mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan nasional. DJP pun terus mendorong budaya integritas dan profesionalisme, seiring dengan meningkatnya jumlah wajib pajak, termasuk kalangan high net worth atau “crazy rich” yang kini dikenai tarif pajak 35%.