Dilema Belenggu COVID-19

Oleh: M. Ageng Dendy S (Sekjen DPP GMNI)

Pecahnya rekor masyarakat yang terkena dan meregang nyawa karena COVID-19 di Indonesia menjadi headline di hampir seluruh media nasional di awal Juli ini. Tingginya angka kenaikan masyarakat yang terpapar dan angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia kembali menghantui masyarakat Indonesia yang sudah mulai optimis dengan melakukan kegiatan dengan protokol kesehatan (Prokes) yang ketat.

Bayang-bayang kehilangan penghasilan dan nyawa yang menjadi ketakutan masyarakat selama satu tahun lebih pandemi mendera Indonesia kembali menghampiri masyarakat.

Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk meringankan beban dan membangun optimisme masyarakat, salah satunya dengan menyalurkan bermacam bentuk bantuan kepada masyarakat. Walaupun dalam praktiknya, tidak sedikit masyarakat yang belum disentuh oleh bantuan dari pemerintah, sehingga mereka masih nekat mencari nafkah keluar rumah dengan resiko tertular dan menularkan COVID-19. Masyarakat sadar akan bahayanya virus tersebut, tapi masyarakat juga harus bekerja atau berdagang agar mendapatkan uang yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Upaya vaksinasi dalam skala besar sampai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro hingga Darurat pun telah dilakukan oleh pemerintah. Memang memutus mata rantai penularan COVID-19 ini bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah semata, tetapi juga butuh peran aktif masyarakat dalam mengatasi penyebaran virus tersebut. Tetapi berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah ternyata belum dapat memenuhi harapan dari masyarakat yang sudah ‘lelah’ satu tahun lebih ini dalam menghadapi COVID-19.

Tidak heran jika ada pendapat yang muncul di tengah masyarakat bahwa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah belum efektif dalam memutus mata rantai COVID-19. Mungkin sebagian masyarakat sudah merasa bosan dengan beberapa kebijakan pemerintah Indonesia yang terkesan berubah-ubah, karena di sisi lain mereka memikirkan keberlangsungan hidupnya. Hal seperti masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Cina ataupun India yang berpotensi tinggi membawa varian COVID-19 yang lain dapat melukai perasaaan rakyat Indonesia yang sedang mengikuti anjuran pemerintah untuk tetap dirumah saja.

Dilema memilih antara kesehatan ataukah ekonomi masyarakat tentunya menjadi pertimbangan yang cukup membuat pemerintah gamang. Mengalakkan digitalisasi untuk membangun ekonomi saat pandemi tidak mudah dilakukan di tengah pelaku usaha kecil yang minim edukasi digital.

Kesadaran masyarakat untuk bersama-sama memutus penularan COVID-19 dan kebijakan yang tepat serta konsistensi pemerintah dalam menjalankan kebijakannya adalah kunci kita terlepas dari belenggu COVID-19.

Beberapa negara maju sudah memulai kebangkitan dari pandemi, pesta bola di Eropa pun digelar dengan penonton yang cukup ramai kendati tidak adil juga menyamakan kondisi negara maju dengan kondisi di Indonesia. Hal ini menyadari kita bahwa kebijakan negara-negara Eropa dalam menanggulangi COVID-19 telah berhasil dengan didukung kesadaran tinggi masyarakatnya. Kendati tidak dapat dipungkiri suksesnya kebijakan yang diambil negara-negara yang sudah berhasil menghadapi COVID-19 tentunya tidak luput dari rintangan atau bahkan kegagalan di tahap awal serta riset yang terus dilakukan.

Jatuh bangun Indonesia dalam menangani pandemi terasa tidak berujung, belenggu COVID-19 menjadi ‘hantu’ di berbagai negara. Kami segelintir orang dari banyaknya rakyat Indonesia berharap kebijakan negara serta kesadaran masyarakat Indonesia selaras bersama melawan COVID-19 yang menjadi musuh bersama dunia.

Related posts

Leave a Reply