JAKARTA, Kualitas udara di kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, kembali memburuk akibat polusi debu batubara. Permukiman warga kini kembali diselimuti debu hitam menyusul aktivitas bongkar muat di pelabuhan sekitar yang kembali beroperasi.
Warga mengeluhkan udara yang panas, bau menyengat, serta debu batubara yang menempel di dinding rumah hingga ke jalanan lingkungan. Kondisi ini dapat merusak kesehatan dan kualitas hidup masyarakat sekitar.
“Hari ini masyarakat masih harus menyapu debu batubara. Meski tak seintens musim angin barat, di mana angin langsung membawa debu ke permukiman, pencemaran masih tetap terjadi. Kami sudah pernah mendatangi Kementerian Perhubungan sejak 2022, tapi belum ada hasil konkret,” ujar Maulana, Ketua RT 06/12 sekaligus Sekretaris Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM), dalam wawancara daring, Minggu (15/6/2025).
Maulana menjelaskan, pencemaran ini meresahkan warga tidak hanya di Rusun Marunda, tetapi juga di kawasan Marunda Kepu. Ia menduga ada beberapa perusahaan batubara di wilayah tersebut yang masih beroperasi tanpa mematuhi izin lingkungan hidup.
Beberapa perusahaan di Marunda sempat ditutup sementara oleh pemerintah pada 2022 karena pelanggaran izin lingkungan. Namun, perusahaan tersebut diduga kembali beroperasi dalam status uji coba tanpa informasi transparan ke warga.
“Sanksi dari pemerintah tidak terlihat membuat perusahaan-perusahaan ini jera,” tegas Maulana.
Sebelumnya, warga telah melakukan dua aksi unjuk rasa pada 14 Maret dan 28 Maret 2022, yang ditujukan ke Pemprov DKI, Kementerian Perhubungan, hingga Presiden Joko Widodo. Namun, warga menilai belum ada tindakan konkret yang dirasakan.
Menanggapi keresahan tersebut, Anggota Komisi XII DPR RI, Nurwayah, mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk mengevaluasi seluruh izin lingkungan dan memperketat pengawasan terhadap aktivitas industri batubara di kawasan Marunda.
“Warga Marunda tidak boleh terus-menerus menjadi korban. Pemerintah harus segera menghentikan aktivitas industri yang mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan,” ujar Nurwayah saat dihubungi media, Minggu (15/6/2025).
Sebagai wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Jakarta III (Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu), Nurwayah mendesak respon cepat pemerintah agar dapat meredam gejolak sosial.
“Sudah mulai terlihat gejala-gejala gejolak sosial di masyarakat Marunda. Ini harus segera diantisipasi. Negara harus hadir dan merespons cepat,” tegasnya.
Nurwayah mendesak agar pemerintah melakukan audit ulang dokumen Amdal dan UKL-UPL milik seluruh perusahaan yang beroperasi di Pelabuhan Marunda. Ia juga mendorong penerapan sistem peringatan dini (early warning system) untuk memantau kualitas udara secara real time dan memberikan peringatan kepada warga jika terjadi pencemaran.
Selain dari sisi lingkungan, Nurwayah juga menekankan pentingnya intervensi kesehatan langsung, terutama untuk kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.
“Ini bukan sekadar isu lingkungan. Ini tentang hak hidup sehat warga. Negara harus hadir bukan hanya dengan aturan, tapi juga dengan perlindungan nyata,” tegas legislator dari Partai Demokrat itu.
Nurwayah menegaskan bahwa Komisi XII DPR RI akan terus mengawal persoalan ini secara serius. Ia mendorong adanya rapat gabungan lintas kementerian untuk mencari solusi jangka panjang, termasuk evaluasi kebijakan pemanfaatan kawasan industri di wilayah padat penduduk seperti Marunda.
“Jangan tunggu warga jatuh sakit baru pemerintah bergerak. Saya di Komisi XII DPR RI akan terus menyuarakan ini agar masyarakat dapat terbebas dari lingkungan yang berbahaya untuk kesehatan,” pungkasnya.