JAKARTA, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan pasal-pasal kontroversial dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP. Setidaknya ada 15 hal kontroversial dalam draf revisi sebelumnya.
RKUHP ini sebenarnya sudah akan disahkan pada 2019, akan tetapi sejumlah pihak mendesak pemerintah dan DPR RI untuk menundanya. Presiden Jokowi pun harus turun tangan dengan meminta DPR tidak menggelar rapat paripurna pengesahan.
Edy, sapaan Edward Omar Sharif Hiariej, menyatakan bahwa pihaknya telah menyesuaikan sejumlah pasal kontroversial dengan keputusan Mahkamah Konstitusi. Selain itu ada juga sejumlah pasal yang dihapus karena telah diatur dalam undang-undang lainnya.
“Ada yang kami hapus, kami sesuaikan dengan putusan MK (Mahkamah Konstitusi),” kata Edward mewakili pemerintah, dalam rapat bersama Komisi Hukum DPR di Gedung DPR, Jakarta, belum lama ini (25/5).
Selan itu, Edy menyatakan terdapat pula pasal yang tetap hingga pasal yang mengalami reformulasi tanpa menghilangkan substansi. Edward menyebut pihaknya hanya melakukan penghalusan terhadap bahasa yang ada.
Adapun pasal-pasal kontroversi yang dilaporkan ke DPR hari ini, kata Edward, sudah menampung masukan dari masyarakat usai sosialisasi sepanjang 2021. Rincian pasal-pasal tersebut yaitu sebagai berikut:
- The Living Law (Hukum Pidana Adat)
Aturan ini tertuang di Pasal 2 tentang living law. Dalam bagian penjelasan disebut bahwa yang dimaksud hukum yang hidup adalah hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seorang patut dipidana adalah hukum pidana adat.
Selanjutnya, pemenuhan kewajiban adat setempat diutamakan jika tidak pidana yang dilakukan memenuhi tiga ketentuan. Berlaku dalam tempat hukum itu hidup, tidak diatur dalam RKUHP, dan sesuai dengan nilai Pancasila, UUD 1945, sampai hak asasmi manusia. “Kami memberikan penjelasan, jadi tidak mengubah norma,” kata Edy.
- Pidana Mati
Edy menyebut KUHP menempatkan pidana mati sebagai salah satu pidana pokok. Sedangkan, RKUHP pada Pasal 100 menempatkan pidana mati sebagai pidana paling terakhir dijatuhkan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana.
Selain itu, hukuman mati selalu diancamkan secara alternatif dengan penjara waktu tertentu (paling lama 20 tahun dan pidana penjara seumur hidup). Selain itu, pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun.
- Penghinaan Presiden
Berikutnya Pasal 218 tentang penyerangan harkat dan martabat alias penghinaan presiden maupun wakil presiden. Edy menyatakan bahwa pasal dalam RKUHP ini berbeda dengan apa yang sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK) “Kami sama sekali tidak membangkitkan pasal yang sudah dimatikan MK,” kata Edy.
Pasal penghinaan presiden dalam RKUHP, menurut Edy, adalah delik aduan sementara dalam putusan MK merupakan delik biasa. Dia menyatakan pasal ini perlu dipertahankan dengan tujuan untuk melindungi kepentingan pelindungan presiden dan wakil presiden sebagai simbol negara. “Kami tambahkan, bahwa pengaduan dilakukan secara tertulis oleh presiden dan atau wakil presiden,” kata dia.
- Kekuatan Gaib
Edy menyatakan tindak pidana ini merupakan delik formil, sehingga tak perlu ada akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana. Perbuatan dipidana bila seseorang menyatakan dirinya punya kekuatan untuk menimbulkan penyakit.
Ada tiga alasan pidana ini perlu dimasukkan dalam RKUHP. Pertama, menurut Edy, tindak pidana ini bersiat kriminogen (dapat menyebabkan terjadinya tidak pidana lain) dan viktimogen (secara potensial dapat menyebabkan kerugian).
Kedua yaitu melindungi kepentingan individu, seperti untuk mencegah praktik penipuan. Ketiga, melindungi religiusitas dan ketentraman. Aturan ini pun tertuang di Pasal 252 RKUHP.
- Dokter Tanpa Izin
Berikutnya Pasal 276 tentang dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin. Edward menyebut pemerintah mengusulkan pasal ini dihapus karena sudah diatur dalam Pasal 76 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Adapun Pasal 76 ini berbunyi sebagai berikut:
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
- Unggas Merusak Kebun
Berikutnya Pasal 278-279 tentang unggar dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih. Edy menyebut aturan ini sebelumnya diatur dalam Pasal 549 KUHP.
Pemerintah kemudian mengusulkan agar kedua pasal ini menjadi delik materiil. Tujuannya untuk melindungi petani yang berpotensi mengalami kerugian karena benih atau tanamannya dirusak oleh unggas atau ternak orang lain.
- Contempt of Court
Pasal 281 mengatur tentang contempt of cort atau penghinaan terhadap pengadilan. Pasal ini salah satunya mengatur soal orang yang merekam persidangan dan mempublikasikan secara langsung tanpa izin. Pemerintah, kata Edy, kemudian memberi penjelasan bahwa yang dimaksud dengan dipublikasikan secara langsung, misalnya secara live streaming, audio visual. Kegiatan ini tdiak diperkenankan.
Masih soal contempt of court, pemerintah juga mengusulkan agar Pasal 282 tentang advokat curang untuk dihapus. Sebab, pasal ini berpotensi menimbulkan bias terhadap salah satu profesi penegak hukum bila hanya profesi tersebut yang diatur.
- Penodaan Agama
Selanjutnya Pasal 304 tentang penodaan agama. Pemerintah, kata Edy, melakukan reformulasi karena mempertimbangkan masukan masyarakat. Sehingga ada tiga perbuatan yang diatur di pasal ini. Pertama, melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan. Kedua, menyatakan kebencian atau permusuhan. Ketiga, menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi terhadap agama, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia.
- Penganiayaan Hewan
Kemudian pasal 342 yang mengatur pidana terhadap orang yang menggunakan hewan di luar kemampuan kodratnya. Pemerintah lalu menambahkan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan kodrat adalah kemampuan hewan yang alamiah.
- Alat Pencegah Kehamilan
Lalu pasal 414-416 yang mengatur soal alat pencegah kehamilan dan penguguran kandungan. Pasal 414 misalnya, mengatur soal orang yang menawarkan alat pencegah kehamilan kepada anak.
Edward menjelaskan aturan di Pasal 414 tidak ditujukan bagi orang dewasa, tapi untuk memberikan perlindungan kepada anak agar terbesar dari seks bebas. Pengecualian diberikan untuk program Keluarga Berencana (KB), pencegahan penyakit menular seksual, kepentingan pendidikan, dan ilmu pengetahuan.
- Penggelandangan
Aturan ini dimuat dalam Pasal 431 RKUHP. Pemerintah, kata Edy, mengusulkan agar ketentuan di pasal ini tetap diatur dalam RKUHP, demi menjaga ketertiban umum. Sanksinya bukan penjara, tapi hanya denda dengan alternatif seperti kerja sosial.
- Aborsi
Berikutnya, Pasal 469-471 yang mengatur tentang aborsi. Pasal 469 misalnya, mengatur soal pidana bagi aksi aborsi. Pemerintah, kata Edy, lalu menambah satu ayat yang berbunyi:
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan korban perkosaan yang usia kehamilannya tidak melebihi 12 (dua belas) minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.
- Perzinaan
Selanjutnya Pasal 417 tentang perzinaan. Edy menyebut tidak ada satupun agama di Indonesia yang memperbolehkan perzinaan. Perzinaan, kata dia, juga merupakan kejahatan tanpa korban (victimless crime) yang secara individual melanggar hak orang lain, tetapi melanggar nilai budaya dan agama yang berlaku di masyarakat.
Pasal ini, kata Edy, merupakan penghormatan terhadap lembaga perkawinan. Pasal ini pun tetap merupakan delik aduan, seperti yang saat ini berlaku. “Hanya saja ditambah, yang boleh mengadu itu tidak hanya suami atau istri, sebagai mana yang eksisting, tetapi juga orang tua atau anaknya,” ujar Edward.
- Kohabitasi
Aturan pidana soal kohabitasi alias tinggal serumah tanpa ikatan perkawinan diatur di Pasal 418. Pasal ini merupakan delik aduan, dan hanya dapat diajukan oleh orang yang paling terkena dampak.
Pemerintah, kata Edy, mengusulkan untuk ketentuan soal kepala desa yang dapat mengajukan aduan. “Karena kalau kepala desa bisa mengadu, dia bukan lagi delik aduan,” ujarnya.
- Perkosaan
Terakhir yaitu Pasal 479 tentang perkosaan. Edward menyebut aturan tentang marital rape alias perkosaan dalam perkawinan ditambahkan dalam aturan pasal ini. Pasal ini merupakan delik aduan agar konsisten dengan Pasal 53 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Selain itu, Edy menyebut Pasal 479 ini juga sudah memuat tentang staturory rape alias hubungan seksual dengan anak secara konsensual. “Serta hal-hal lain yang dipersamakan dengan pemerkosaan,” kata Edward.
Dalam rapat itu, Komisi Hukum dan pemerintah pun menyepakati RKUHP akan segera dibawa ke rapat paripurna. Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan rapat pengesahan itu paling lambat akan digelar Juli mendatang.