Chatib Basri Bantah Sri Mulyani: Keputusan Trump Bisa Dijelaskan Lewat Teori Ekonomi Ini

JAKARTA, Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyebut tidak ada teori ekonomi yang dapat menjelaskan keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait kebijakan tarif resiprokal, mendapat tanggapan kritis dari ekonom dan anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Chatib Basri.

Dalam kuliah umum di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Chatib mengakui bahwa secara logika keputusan Trump untuk memicu kembali perang dagang memang terkesan tidak masuk akal, terutama karena kebijakan tersebut berisiko menaikkan inflasi dan menurunkan output ekonomi. Namun, menurutnya, kebijakan tersebut tetap bisa dianalisis secara ilmiah melalui pendekatan game theory, khususnya Bayesian Games.

Read More

“Logikanya, masa iya sebuah kebijakan dilakukan yang justru mengakibatkan higher inflation, lower output? Itu enggak masuk akal. Maka kemudian Bu Sri Mulyani mengatakan, ‘enggak ada teorinya ini’,” ujar Chatib, dikutip Kamis (15/5/2025).

Namun, menurut Chatib, dalam teori permainan Bayesian, tindakan Presiden Trump masih dapat dijelaskan. Game ini mempertimbangkan bahwa para pemain tidak mengetahui seluruh informasi tentang lawannya, termasuk preferensi, strategi, dan tujuan akhir.

“Kita enggak tahu apa yang ada dalam pikirannya pemerintahan Trump. Di dalam konteks itu, ada dua player. Amerika Serikat adalah pemain dengan private information. Trump tahu apa tujuannya. Bisa jadi dia agresif, atau bisa jadi dia hanya ingin negosiasi,” jelas Chatib.

Dalam permainan seperti itu, keputusan sangat bergantung pada respon dari pihak lawan. Bila lawan (dalam hal ini China) tidak menunjukkan sinyal mengalah, maka AS akan mengubah strategi dari agresif menjadi kompromis (conciliatory). Strategi ini, kata Chatib, menggambarkan situasi negosiasi dengan ketidakpastian informasi.

Dalam konteks perang dagang, kata Chatib, pemenangnya adalah negara yang lebih sedikit mengalami kerugian (less to lose). Ia mencontohkan, barang-barang AS yang masuk ke China lebih sedikit dibandingkan barang China yang masuk ke AS. Akibatnya, AS menjadi lebih rentan secara ekonomi jika perang tarif berlanjut.

“Kalau AS mengenakan tarif lebih tinggi, biaya produksinya akan meningkat lebih signifikan karena ketergantungan mereka terhadap barang dari China lebih besar. Maka wajar jika AS akhirnya mengalah dalam negosiasi,” tegasnya.

Related posts

Leave a Reply