JAKARTA, Dalam rangka menjaga keadilan dan proporsionalitas dalam perwakilan politik, Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 menggunakan Metode Sainte Lague untuk mengubah perolehan suara partai menjadi kursi di parlemen. Metode ini, yang diperkenalkan pada tahun 1910 oleh matematikawan Perancis Andre Sainte Lague, menjadi landasan penghitungan yang cermat dan adil untuk memastikan bahwa suara setiap pemilih tercermin secara tepat dalam representasi politik.
Penerapan Metode Sainte Lague pada Pemilu 2024 mencerminkan upaya serius dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Dengan menggunakan perhitungan yang cermat dan teliti, metode ini memastikan bahwa setiap suara pemilih memiliki bobot yang sama dalam penentuan kursi parlemen.
Mengutip Pasal 415 ayat (2) UU Nomor 7 tahun 2017, setiap suara sah partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dibagi dengan bilangan pembagi ganjil, dimulai dari angka 1, 3, 5, dan seterusnya. Hal ini memberikan keunggulan bagi partai-partai yang mendapatkan dukungan luas dari pemilih.
Sebagai contoh, dalam sebuah daerah pemilihan (dapil) dengan 5 kursi, proses penghitungan Metode Sainte Lague dilakukan secara berurutan. Partai dengan perolehan suara terbanyak memperoleh kursi pertama, kemudian suara mereka dibagi dengan angka ganjil berikutnya untuk menentukan kursi berikutnya.
Penghitungan Metode Sainte Lague
Berikut contoh simulasi penghitungan menurut metode Sainte Lague atau metode konversi perolehan suara untuk kursi parlemen dalam suatu daerah pemilihan (dapil) jika terdapat 5 kursi:
Penentuan kursi pertama
Setiap partai yang sudah memenuhi ambang batas akan dibagi angka 1.
Partai A: 64.000 dibagi 1 = 64.000
Partai B: 18.000 dibagi 1 = 18.000
Partai C: 15.000 dibagi 1 = 15.000
Partai D: 8.600 dibagi 1 = 8.600
Partai E: 8.000 dibagi 1 = 8.000
Partai F: 7.600 dibagi 1 = 7.600
Berdasarkan hasil pembagian itu, Partai A akan mendapatkan kursi pertama di dapil tersebut.
Penentuan kursi kedua
Partai A yang sudah mendapatkan satu kursi selanjutnya akan dibagi dengan angka 3.
Partai A: 64.000 dibagi 3 = 21.333
Partai B: 18.000 dibagi 1 = 18.000
Partai C: 15.000 dibagi 1 = 15.000
Partai D: 8.600 dibagi 1 = 8.600
Partai E: 8.000 dibagi 1 = 8.000
Partai F: 7.600 dibagi 1 = 7.600
Partai A mendapatkan kursi kedua di dapil tersebut.
Penentuan kursi ketiga
Partai A yang sudah mendapatkan dua kursi selanjutnya akan dibagi dengan angka 5.
Partai A: 64.000 dibagi 5 = 12.800
Partai B: 18.000 dibagi 1 = 18.000
Partai C: 15.000 dibagi 1 = 15.000
Partai D: 8.600 dibagi 1 = 8.600
Partai E: 8.000 dibagi 1 = 8.000
Partai F: 7.600 dibagi 1 = 7.600
Partai B mendapatkan kursi ketiga di dapil tersebut.
Penentuan kursi keempat
Partai A dibagi dengan angka 5 dan Partai B dibagi angka 3.
Partai A: 64.000 dibagi 5 = 12.800
Partai B: 18.000 dibagi 3 = 6.000
Partai C: 15.000 dibagi 1 = 15.000
Partai D: 8.600 dibagi 1 = 8.600
Partai E: 8.000 dibagi 1 = 8.000
Partai F: 7.600 dibagi 1 = 7.600
Partai C mendapatkan kursi keempat di dapil tersebut.
Penentuan kursi kelima
Partai A dibagi dengan angka 5. Sedangkan Partai B dan Partai C dibagi angka 3.
Partai A: 64.000 dibagi 5 = 12.800
Partai B: 18.000 dibagi 3 = 6.000
Partai C: 15.000 dibagi 3 = 5.000
Partai D: 8.600 dibagi 1 = 8.600
Partai E: 8.000 dibagi 1 = 8.000
Partai F: 7.600 dibagi 1 = 7.600
Partai A mendapatkan kursi kelima
Berdasarkan perhitungan suara di atas, 5 kursi di dapil tersebut diberikan 3 kepada Partai A, 1 Partai B dan 1 Partai C.
Dalam simulasi penghitungan yang disajikan, terlihat bagaimana setiap partai memperoleh kursi berdasarkan perolehan suara mereka. Partai dengan dukungan terbanyak mendapatkan lebih banyak kursi, sementara partai dengan dukungan yang lebih rendah mendapatkan representasi yang sesuai dengan perolehan suara mereka.