JAKARTA, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar bersama para ahli dan praktisi pangan menyusun rencana kerja atau “blue print” untuk pemerintahan yang akan datang dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.
“Sebagai gambaran, kita harus mampu menjawab beberapa pertanyaan pokok seperti mengapa Indonesia dengan lahan pertanian yang relatif luas, masih belum mandiri dalam hal pangan. Mengapa harga daging sapi kita masih mahal, mengapa kita masih mengimpor kedelai,” kata Muhaimin di Jakarta, Selasa.
Hal itu dikatakannya saat memberikan pidato dalam acara “Simposium Panel Ahli Pangan: Krisis Pangan dan Skenario Masa Depan Indonesia”, di Jakarta, Selasa.
Muhaimin mengatakan, tantangan selanjutnya adalah produktivitas pertanian Indonesia yang masih belum maksimal menjaga ketahanan pangan nasional.
Menurut dia, angka prevalensi ketidakcukupan pangan (PoU) dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 sebesar 8,49 persen, angka tersebut menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
“Meski ada perbaikan pada 2018 dan 2019, tetapi ketidakcukupan pangan meningkat kembali pada 2020, akibat efek pandemi. Peningkatan kekurangan pangan akan sejalan dengan peningkatan angka kemiskinan,” ujarnya.
Menurut dia, harus ditemukan solusi sejauh mana dan teknologi apa yang harus diadopsi agar produktivitas pangan Indonesia semakin tinggi.
Selain itu menurut Muhaimin perlu ditegaskan sejauh mana reformasi agraria sudah berjalan dan apa saja kendala kendala kunci bagi akses dan pemilikan lahan bagi petani-petani Indonesia.
Dia juga menyoroti masalah efektifitas subsidi yang diberikan pemerintah selama ini, karena itu apakah sudah tepat subsidi pangan dan pertanian selama.
“Mana yang lebih baik antara subsidi produsen atau subsidi konsumen? Sejauh mana besaran subsidi pangan kita dibandingkan negara G20 dan OECD? Apakah petani mudah memperoleh pupuk dan bibit,” katanya.
Muhaimin juga berharap ada evaluasi terhadap kerja-kerja aparatur negara dalam menjaga ketahanan pangan.
Para pakar yang hadir dalam acara tersebut antara lain Rektor IPB Arif Satria, Pendiri Core Indonesia Hendri Saparini, Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Bengkulu Andi Irawan, Thomas Darmawan dari Apindo dan Jurnalis Kompas Andreas Maryoto.