Bung Karno Tak Hanya Bebaskan Bangsanya, Tapi Beri Dunia Cara Baru Berpikir Tentang Kesetaraan

David Van Reybrouck Nilai Konferensi Asia-Afrika 1955 Jadi Awal Kebangkitan Global South

BALI, Sejarawan asal Belgia, David Van Reybrouck, menilai Presiden Soekarno berperan penting dalam membangkitkan solidaritas negara-negara Asia dan Afrika melalui Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 di Bandung. Ia menyebut peristiwa itu sebagai tonggak lahirnya Global South atau Dunia Selatan.

Read More

Dalam forum diskusi di Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2025 di Taman Baca Ubud, Jumat (31/10/2025), penulis buku Revolusi: Indonesia dan Lahirnya Dunia Modern itu mengatakan, KAA bukan sekadar forum seremonial, melainkan titik awal terbentuknya gerakan solidaritas antarbangsa bekas jajahan yang menolak dominasi Barat.

“Bandung adalah pertama kalinya Dunia Selatan bersatu tanpa Barat. Sebanyak 65 persen populasi dunia diwakili di Bandung. Ini awal munculnya kekuatan global baru,” ujar David.

Menurutnya, semangat Bandung telah menginspirasi berbagai gerakan di dunia, mulai dari perjuangan kemerdekaan di Afrika hingga gerakan hak sipil di Amerika Serikat. Tokoh-tokoh seperti Martin Luther King Jr., Malcolm X, hingga Patrice Lumumba disebutnya turut terinspirasi oleh semangat anti-kolonial yang diusung Soekarno.

“Tanpa Bandung, mungkin tidak ada Krisis Suez, tidak ada Uni Eropa seperti sekarang. Bandung mengubah peta kekuatan global,” kata David menambahkan.

Dalam sesi tanya jawab, anggota Komisi X DPR RI yang juga sejarawan, Bonnie Triyana, menyoroti relevansi semangat Bandung di tengah kondisi politik masa kini. Ia mempertanyakan apakah idealisme kesetaraan dan kemerdekaan yang diperjuangkan Soekarno masih mungkin dihidupkan dalam sistem demokrasi yang kini cenderung elitis dan transaksional.

Menanggapi hal itu, David menegaskan bahwa Indonesia memiliki warisan filosofis yang kuat untuk dijadikan fondasi demokrasi masa depan, yakni nilai musyawarah dan gotong royong yang terkandung dalam Pancasila.

“Soekarno tidak hanya membebaskan bangsanya, tetapi juga memberi dunia cara baru untuk berpikir tentang kemerdekaan dan kesetaraan,” tuturnya.

Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2025 berlangsung pada 29 Oktober hingga 2 November di Ubud, Bali. Tahun ini, festival menghadirkan lebih dari 200 penulis, cendekiawan, dan seniman dari berbagai negara.

Mengusung tema Aham Brahmasmi — I Am the Universe, UWRF 2025 menggali hubungan antara manusia dan semesta melalui berbagai kegiatan seperti diskusi panel, makan siang sastra, pertunjukan musik, pembacaan puisi, peluncuran buku, hingga lokakarya.

Festival literasi terbesar di Asia Tenggara ini kembali menjadi ruang pertemuan lintas budaya, sekaligus mempertegas posisi Indonesia sebagai episentrum dialog intelektual dan kebudayaan dunia.

Related posts

Leave a Reply