JAKARTA, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia mendorong masyarakat untuk tidak ragu melaporkan temuan obat-obatan dan makanan yang diduga mengandung bahan berbahaya atau terlarang. Pelaporan bisa dilakukan melalui berbagai kanal resmi BPOM maupun langsung ke polsek atau polres terdekat.
Kepala BPOM Taruna Ikrar menegaskan, peran serta masyarakat dalam pengawasan obat dan makanan telah dilindungi oleh regulasi, yakni Peraturan Kepala BPOM Nomor 16 Tahun 2025.
“Silakan lapor, tidak perlu takut. Bisa ke kanal resmi BPOM, HaloBPOM, atau langsung ke polsek dan polres terdekat,” ujar Taruna dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (15/9/2025).
Taruna memastikan bahwa setiap laporan masyarakat akan dilindungi secara hukum, termasuk kerahasiaan identitas pelapor.
“Apalagi jika terkait obat-obatan tertentu atau narkotika, jangan takut. Penyalur dan bahan distribusinya bisa dilacak. Kerahasiaan pelapor kami jamin,” tegasnya.
Laporan dapat disampaikan melalui:
-
Kanal pengaduan HaloBPOM (situs dan media sosial),
-
Surat resmi ke BPOM,
-
Polsek/polres terdekat.
Pengawasan terhadap peredaran bahan berbahaya kini menjadi prioritas pemerintah, yang ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman Aksi Bersama Pencegahan dan Penanganan Rantai Pasok Bahan Berbahaya/Bahan Dilarang dalam pembuatan sediaan farmasi dan pangan olahan.
“Kami bekerja sama dengan berbagai instansi untuk mengendalikan masuknya bahan-bahan terlarang ke dalam produk yang dikonsumsi masyarakat,” ucap Taruna.
Di kesempatan yang sama, Taruna juga menanggapi soal temuan kandungan etilen oksida dalam produk mi instan asal Indonesia oleh otoritas Taiwan. Ia menegaskan, produk tersebut bukan bagian dari ekspor resmi dari Indonesia.
“Sudah kami panggil pihak Indofood. Itu bukan barang yang diekspor resmi dari Indonesia. Kemungkinan adalah barang bawaan pribadi,” katanya.
Taruna menjelaskan, Indonesia mengikuti standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan World Food Association (WFA), yang menetapkan ambang batas maksimum etilen oksida sebesar 0,1 mg/kg.
“Di beberapa negara lain bahkan toleransinya sampai 0,7 mg/kg. Tapi memang ada negara yang menerapkan batas nol, salah satunya Taiwan,” kata Taruna.
Meski produk tersebut bukan distribusi resmi, BPOM tetap mengambil langkah evaluasi internal untuk memastikan keamanan produk dalam negeri.
“Apapun bentuknya, ini menjadi atensi BPOM untuk penguatan pengawasan ke depan,” pungkasnya.