Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) telah melakukan realokasi anggaran sebesar Rp7 miliar untuk penanganan COVID-19 dan memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia (PMI).
“Sebagai bukti keseriusan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dalam penanganan dan memberikan perlindungan bagi PMI dan keluarganya dalam pada masa pandemi COVID-19,” kata Kepala Benny Ramdhani dalam konferensi pers via video daring di Jakarta pada Kamis.
Jumlah itu kemungkinan dapat bertambah dengan adanya refocusing atau alokasi baru penganggaran untuk percepatan penanganan COVID-19, khususnya yang terkait pekerja migran Indonesia.
Menurut Kepala BP2MI, prioritas untuk penanganan tersebut akan dilakukan dengan memotong anggaran yang tidak prioritas seperti perjalanan luar negeri yang dilakukan oleh para pejabat berbagai tingkat di lembaga tersebut.
“Ini bentuk komitmen kami untuk memberikan pelayanan maksimal, kerja optimal yang sering saya sampaikan, BP2MI akan jadi pelayan yang senantiasa menciptakan karpet merah bagi apapun yang menjadi kebutuhan pekerja migran Indonesia,” kata Benny dalam konferensi pers tersebut.
Dia meminta agar semua kementerian dan lembaga negara serta pemerintah daerah terus melakukan kolaborasi dan koordinasi untuk penanganan terkait kondisi PMI atau tenaga kerja Indonesia (TKI) yang sudah pulang atau akan pulang karena COVID-19.
Hal itu perlu dilakukan mengingat BP2MI mengantisipasi kepulangan sekitar 37.075 orang PMI selama April-Mei 2020 saat dimulainya puasa dan jelang Idul Fitri.
BP2MI sendiri memperkirakan total sekitar 260.000 orang akan pulang ke Tanah Air sampai dengan akhir 2020 karena dampak langsung dan tidak langsung COVID-19 di seluruh negara penempatan TKI di luar negeri.
Jumlah tersebut, kata Benny, berasal dari PMI yang secara resmi teregistrasi di BP2MI dan belum termasuk pekerja tidak resmi atau yang tidak terdata.