LEBAK, Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyatakan dukungannya terhadap rencana masyarakat nelayan di Kabupaten Lebak untuk menghidupkan kembali peringatan Hari Nelayan dan tradisi Ruwat Laut, dengan menekankan pentingnya dialog bersama tokoh agama agar pelaksanaannya dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan Bonnie saat kegiatan Serap Aspirasi dan Silaturahmi di masa reses bersama masyarakat nelayan di wilayah Binuangen, Kabupaten Lebak, Sabtu (20/12). Dalam forum tersebut, Adik Blek, pejuang Reformasi Nelayan Desa Muara, menyampaikan aspirasi terkait pentingnya pendidikan bagi anak-anak nelayan serta perlunya penguatan kebudayaan nelayan yang sudah lama tidak dilaksanakan. Adik Blek menyoroti bahwa hampir satu dekade terakhir, peringatan Hari Nelayan dan kegiatan kebudayaan nelayan di Binuangen tidak lagi digelar.
“Secara nasional, Hari Nelayan itu ada, setiap tanggal 6 April. Itu bentuk apresiasi negara kepada nelayan. Tetapi di daerah kami sudah lama tidak ada kegiatan seperti itu,” ujar Adik Blek, berharap perayaan Hari Nelayan dapat dihidupkan kembali dengan mengedepankan unsur kebudayaan tanpa bertentangan dengan nilai-nilai agama.
Menanggapi hal itu, Bonnie menyampaikan bahwa Hari Nelayan memang memiliki dasar sejarah yang panjang dan pertama kali diperingati pada masa Presiden Pertama RI Soekarno, kemudian ditegaskan sebagai Hari Nelayan Nasional melalui keputusan Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri.
“Hari Nelayan itu diperingati setiap 6 April. Tradisi seperti Ruat Laut adalah warisan nenek moyang sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil laut,” kata Bonnie.
Namun demikian, legislator berlatar belakang sejarawan ini menekankan bahwa pelaksanaan tradisi Ruat Laut perlu dibicarakan secara terbuka dengan seluruh unsur masyarakat, termasuk tokoh agama, agar tidak menimbulkan perbedaan pandangan di kemudian hari.
“Kita harus bicara dengan semua pihak, termasuk tokoh agama. Apakah tradisi itu mau diteruskan, bagaimana bentuknya, itu harus disepakati bersama,” ujarnya.
Menurut Bonnie, kebudayaan bersifat dinamis dan dapat disesuaikan dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat saat ini. Ia menilai, unsur keagamaan dapat dimasukkan dalam pelaksanaan Ruat Laut, misalnya melalui doa bersama atau pengajian, sehingga esensi rasa syukur tetap terjaga.
“Bentuknya bisa disesuaikan. Yang penting esensinya adalah rasa syukur dan kebersamaan. Bisa dengan doa bersama, pengajian, atau bentuk lain yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat setempat,” kata Bonnie.
Legislator dari PDI Perjuangan ini menyampaikan bahwa Kementerian Kebudayaan saat ini memberikan dukungan terhadap kegiatan-kegiatan kebudayaan di daerah. Namun, ia menegaskan bahwa inisiatif harus datang dari masyarakat itu sendiri.
“Kebudayaan itu hidup kalau datang dari masyarakatnya. Kalau masyarakat sudah sepakat, tentu saya sebagai anggota DPR RI sangat mendukung dan siap mendorong,” ujar Bonnie.
Selain sebagai upaya pelestarian budaya, Bonnie menilai peringatan Hari Nelayan dan tradisi Ruat Laut berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir, mulai dari sektor UMKM hingga pariwisata.
“Acara kebudayaan itu bukan sekadar seremoni. Dampaknya bisa menggerakkan ekonomi warga dan mengenalkan daerah ke masyarakat luas,” kata Bonnie.
Ia berharap masyarakat nelayan di Kabupaten Lebak dapat mulai merumuskan konsep perayaan Hari Nelayan yang inklusif, melibatkan tokoh adat dan tokoh agama, sehingga tradisi tersebut dapat kembali menjadi identitas dan kebanggaan masyarakat pesisir.







