JAKARTA, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Universitas Gadja Mada (UGM) menjalin kerja sama untuk pemasangan sistem peringatan dini tsunami untuk wilayah 1. Wilayah ini mencakup tiga kabupaten di provinsi yang berbeda, yakni Mentawai, Nias Selatan dan Banyuwangi.
Ketiga kabupaten tersebut merupakan wilayah dengan potensi bahaya tsunami dengan kategori kelas sedang hingga tinggi. Berdasarkan analisis InaRISK, sebanyak 10 kecamatan di Kepulauan Mentawai memiliki potensi bahaya tersebut dengan jumlah populasi terpapar mencapi 28 ribu jiwa. Demikian juga untuk Nias Selatan dan Banyuwangi, wilayah-wilayah ini berada pada kategori yang sama untuk bahaya tsunami.
Kerja sama pemasangan sistem peringatan dini kedua belah pihak telah dimulai sejak 2008 lalu. Namun, kerja sama kali ini berfokus pada sistem peringatan dini tsunami. Langkah ini merupakah komitmen BNPB dalam pelibatan berbagai pihak, khususnya perguruan tinggi, sebagai bagian dari pentaheliks penanggulangan bencana. Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) pada Jumat (25/9) secara virtual.
Pemasangan sistem peringatan dini tsunami di tiga lokasi merupakan pengembangan dari sistem peringatan dini yang sudah dibangun sebelumnya. Sistem yang terpasang akan mengacu pada SNI 8840-1:2019 tentang sistem peringatan dini bencana, draft ISO 22328-2 dan juga RSNI peringatan dini tsunami.
RSNI peringatan dini tsunami sendiri masih dalam pembahasan yang meliputi lima elemen, yakni pengetahuan risiko, diseminasi dan komunikasi risiko, pemantauan dan diseminasi peringatan dini, kemampuan respon dan komitmen keberkelanjutan sistem peringatan dini.
Direktur Peringatan Dini BNPB Afrial Rosya mengatakan, tujuan utama dari pemasangan sistem peringatan dini adalah untuk membangun kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.
“Sistem ini dipasang di lokasi-lokasi yang rentan bencana tsunami sekaligus dilakukan peningkatan kapasitas masyarakatnya untuk menghindari timbulnya korban jiwa, serta kerusakan harta dan benda saat terjadi bencana,” ujar Afrial secara virtual pada Jumat (25/9).
Sementara itu, pesan Deputi Bidang Pencegahan BNPB Lilik Kurniawan yang disampaikan oleh Afrial menyebutkan bahwa pemasangan sistem peringatan tsunami ini agar melibatkan perguruan tinggi di wilayah setempat untuk berperan dalam pengembangan sistem yang ada.
Pada kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Teknik UGM Dr. Waziz Wildan menyambut baik keberlanjutan kerja sama antara UGM dan BNPB. Ini akan terus mendorong inovasi-inovasi baru dari UGM di bidang kebencanaan, termasuk salah satunya bencana tsunami.
“Bencana tsunami tidak bisa kita hindari, oleh sebab itu perlu inovasi teknologi yang berkelanjutan dalam peringatan dini,” kata Waziz.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kejadian banjir bandang di Sukabumi pada minggu ini mengingatkan tentang pentingnya sistem peringatan dini bagi keselamatan warga.
“Karena pada saat ini masih dalam pandemi Covid-19, maka pelaksanaan kegiatan di lapangan mengacu pada protokol Covid-19 yang ada,” tambahnya.
Pada acara penandatanganan kerja sama tersebut, Waziz menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas dukungan dan kepercayaan BNPB terhadap aplikasi produk-produk riset antar disiplin di bidang kebencanaan yang telah dibangun Fakultas Teknik UGM.
Saat ini BNPB bekerja sama dengan UGM dan BSN telah berhasil menyusun SNI 8235:2017, SNI 8840-1:2019, ISO 22327:2018 dan ISO 22328-1:2020 tentang sistem peringatan multi-bencana. Selanjutnya BNPB, BMKG, UGM dan BSN sedang menyusun SNI dan ISO tentang sistem peringatan dini tsunami, yang berikutnya diikuti dengan sistem peringatan dini banjir dan letusan gunung api.