JAKARTA, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan potensi gempa besar di Indonesia terkait dua megathrust yang sudah lama tidak melepaskan energi besar. Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam rilis yang diterima redaksi.
Daryono menjelaskan bahwa gempa besar megathrust Nankai di Jepang Selatan yang terjadi pada 8 Agustus lalu telah diprediksi oleh BMKG. Hasil pemodelan tsunami BMKG menunjukkan adanya status ancaman ‘waspada’ dengan tinggi tsunami kurang dari setengah meter, yang kemudian terkonfirmasi dengan tsunami setinggi 31 cm di Pantai Miyazaki, Jepang. Tsunami tersebut tidak menimbulkan kerusakan signifikan.
Megathrust Nankai, yang terletak di sebelah timur lepas pantai Pulau Kyushu, Shikoku, dan Kinki di Jepang Selatan, merupakan zona ‘seismic gap’ atau zona sumber gempa potensial yang belum mengalami gempa besar dalam beberapa dekade hingga ratusan tahun terakhir. Zona ini diduga sedang mengalami akumulasi medan tegangan yang bisa memicu gempa dahsyat dengan magnitudo M8,0 hingga lebih dalam satu atau dua abad ke depan.
Daryono mengungkapkan kekhawatiran ilmuwan Jepang terhadap Megathrust Nankai yang sejalan dengan kekhawatiran ilmuwan Indonesia mengenai Seismic Gap Megathrust Selat Sunda (M8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M8,9). Kedua wilayah ini telah lama tidak mengalami gempa besar.
Meskipun ada potensi tersebut, Daryono menggarisbawahi bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir. BMKG memantau situasi secara real-time dan menggunakan sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) untuk analisis cepat dan pemodelan tsunami. BMKG akan segera menyebarluaskan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di bagian utara.
Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi, BMKG telah menyiapkan sistem monitoring dan prosesing informasi gempabumi serta peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat. Selain itu, BMKG juga telah melaksanakan edukasi, pelatihan mitigasi, dan drill berbasis pemodelan tsunami kepada berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, stakeholder, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, serta industri kritis seperti pelabuhan dan bandara pantai.