JAKARTA, Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional masih perlu diperkuat guna mengoptimalkan potensi kapasitas perekonomian Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers yang digelar Rabu (17/9), menyikapi kondisi ekonomi kuartal III 2025.
Menurut Perry, konsumsi rumah tangga masih lemah, terutama dari kelompok menengah ke bawah. Penyebab utamanya adalah menurunnya ekspektasi konsumen dan terbatasnya penciptaan lapangan kerja.
“Investasi juga perlu diperkuat melalui percepatan realisasi program prioritas pemerintah, termasuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di berbagai daerah,” ujar Perry.
Meskipun konsumsi lesu, kinerja ekspor Indonesia menunjukkan tanda-tanda pemulihan. BI memperkirakan ekspor produk pertanian dan manufaktur, terutama minyak kelapa sawit (CPO) ke India, akan meningkat seiring penurunan bea impor dari negara tersebut.
Namun, penguatan ekonomi domestik dinilai lebih krusial untuk menjaga momentum pertumbuhan.
BI menegaskan komitmennya untuk memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah melalui bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Langkah-langkah konkret yang dilakukan antara lain:
-
Penurunan suku bunga
-
Pelonggaran likuiditas
-
Pemberian insentif makroprudensial
-
Percepatan digitalisasi ekonomi dan keuangan
Sementara itu, belanja negara diproyeksikan meningkat di semester II 2025, seiring pelaksanaan proyek prioritas seperti ketahanan pangan, energi, pertahanan, dan Paket Kebijakan Ekonomi 2025.
“Dengan penguatan sinergi kebijakan BI dan pemerintah, pertumbuhan ekonomi semester II 2025 diprakirakan membaik, sehingga secara keseluruhan tahun 2025 akan berada di atas titik tengah kisaran 4,6–5,4%,” jelas Perry.
Di sisi global, Perry mengingatkan bahwa ketidakpastian ekonomi dunia masih menjadi tantangan besar. Beberapa faktor eksternal yang dipantau oleh BI meliputi:
-
Penurunan pertumbuhan ekonomi global menjadi sekitar 3%
-
Ketegangan perdagangan dan tarif resiprokal AS
-
Melambatnya ekonomi China akibat penurunan ekspor dan lemahnya investasi
-
Penurunan kinerja Eropa dan Jepang
-
Perbaikan moderat di India berkat stimulus fiskal
Perry juga menyoroti penurunan kepercayaan ekonomi di AS, meningkatnya pengangguran, dan kemungkinan besar penurunan Fed Funds Rate (FFR) dalam waktu dekat.
Akibatnya, aliran modal global saat ini lebih memilih emas sebagai aset aman, sementara masuknya modal ke negara berkembang masih tertahan. Volatilitas di pasar keuangan global pun diperkirakan akan berlanjut.
“Ke depan, volatilitas pasar keuangan global akan terus berlanjut, sehingga perlu diantisipasi dengan penguatan respons dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri,” pungkas Perry.