Seorang perempuan yang kaya pigmen melanin duduk di kursi malas berwarna pelangi. Dia menggendong anaknya yang tengah tertidur pulas dipangkuannya. Perempuan dari belahan Timur Indonesia itu dikelilingi oleh beragam bunga yang beraneka warna.
Citra itu merupakan lukisan dari seniman Rusia, R Yaushev. Meski perempuan itu diam, namun dengan paduan warna-warna cerah seperti kuning, ungu, merah dan hijau memberikan kesan hangat saat melihat lukisan itu.
Yaushev memberi judul gambar dengan pewarna akrilik di atas kanvas berukuran 125 x 125 itu “Madonna”. Sebutan Madonna dalam seni rupa biasa digunakan untuk menggambarkan sosok Bunda Maria. Madonna berasal dari frasa Italia, yang berarti “Tuan Putriku”.
Sebagai bentuk ikon, Bunda Maria kerap dilukiskan menggendong anak. Persamaan gestur, mungkin membuat Yaushev menganalogikan perempuan yang dilukisnya dengan sosok Bunda Maria. Namun bukan sebagai orang suci, tapi lebih kepada sosok “Putri”.
Yaushev merupakan salah satu perupa yang karyanya ditampilkan dalam pameran “Untaian Khatulistiwa” di Galeri Nasional, Jakarta. Pameran itu digelar untuk memperingati 70 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia dan Rusia.
Pameran tersebut menampilkan sekitar 50 karya dari seniman terkemuka di Rusia. Para seniman yang tergabung dalam Biro Ekspedisi Kreatif Rusia itu melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Indonesia, untuk melihat dan menggambarkan keindahan alam serta masyarakat Indonesia.
Lukisan-lukisan tersebut menjadi kaleidoskop perjalanan seniman Rusia dalam merekam kecantikan Indonesia di Pulau Jawa, Sumatera, Madura, Bali, Lombok, Kalimantan dan Sulawesi, dalam rentang dua dekade terakhir.
Lukisan-lukisan itu kebanyakan dibuat dengan pendekatan impresionis, dengan menonjolkan banyak warna cerah. Seperti kebanyakan pelukis luar melihat Indonesia, para seniman Rusia ini juga terpikat kepada keindahan alam Indonesia, terutama saat mereka berada di Bali.
Gambar-gambar seperti sawah, masyarakat Bali dan pura banyak menghiasi dinding galeri. Tak hanya merekam kehidupan agraris, para seniman juga merekam keindahan maritim Indonesia.
Gambar orang-orang bermain di tepi pantai, dengan beragam benda-benda laut di sekitarnya juga digambar oleh Yaushev. Sementara itu pelukis lain O. Yausheva mendokumentasikan tentang pasar ikan yang ada di Banda Aceh. Dengan gaya romantis, pasar ikan yang ditampilkan menjadi sangat indah, jauh dari kesan kumuh.
Kekayaan kultur maritim Indonesia juga dipresentasikan oleh lukisan tentang anak perempuan yang tengah menjajakan buah-buahan di atas sebuah perahu. Kurator sekaligus pameran tersebut Vladimir Nikolaevich Anisimov mengatakan lukisan itu dibuat di Bandar Lampung.
“Anak tersebut rela berpose selama dua jam agar seniman dapat menggambar momen itu. Sebagai ungkapan terima kasih, kami pun memborong semua buah yang dia dagangkan,” kenang Nikola.
Nikola yang menjadi pimpinan ekspedisi kreatif itu mengatakan semua seniman tidak mengandalkan foto dalam melukis. Mereka melakukannya langsung di tempat, atau mengandalkan ingatan dengan membuat draf gambar.
Selama melakukan ekspedisi, perjalanan ke Sulawesi adalah salah satu pengalaman menarik bagi para seniman. Nikola mengaku dia dan timnya terkaget-kaget dan kagum dengan kebudayaan masyarakat Sulawesi.
“Kami sempat tidur di rumah (Toraja) yang masih menyimpan mayat, dan itu menjadi hal menarik karena tidak kami jumpai di Rusia,” kata dia.
Seniman menggambar bentuk colse-up dari atap rumah Toraja yang penuh dengan tanduk kerbau. Lukisan itu tidak dibuat dalam satu kanvas, melainkan disusun atas kolase-kolase gambar.
Mereka juga menggambar tentang tulang-belulang orang-orang Toraja yang disimpan goa yang menjadi situs pemakaman. Meski demikian, tengkorak serta tulang-tulang itu digambarkan dengan begitu indah, seolah bercerita para moyang Toraja telah mati dengan damai.
Selain merekam masyarakat Toraja, mereka juga menggambar perempuan-perempuan Minahasa yang menggunakan pakaian perang berwarna merah. Dengan cahaya yang terang, lukisan itu membuat para perempuan tidak hanya terlihat gagah tetapi juga indah.
Keseluruhan lukisan-lukisan yang ditampilkan telah menggambarkan persahabatan yang hangat dan penuh warna antara kedua negara yang dimulai pada 3 Februari 1950.
Pembuka rangkaian
Pameran lukisan “Untaian Khatulistiwa” dibuka pada Senin (3/2), menjadi pembuka dalam rangkaian peringatan 70 Tahun persahabatan kedua negara itu.
Duta Besar Federasi Rusia Lyudmila Verobieva mengatakan pameran begitu istimewa karena persis 70 tahun lalu hubungan diplomatik kedua negara dibangun.
“Kami ingin membuat sesuatu yang signifikan untuk mengenang sejarah dari persahabatan manis antara Rusia dan Indonesia,” kata Lyudmila.
Lyudmila mengatakan dari karya-karya seniman Rusia yang ada dalam pameran tersebut dapat menunjukkan betapa mereka mengagumi keindahan Indonesia.
Para seniman itu, kata dia, adalah penggemar berat Indonesia, oleh sebab itu pameran itu diberi judul “Untaian Khatulistiwa”. Para seniman melihat keindahan Indonesia seperti mutiara yang bersinar.
Secara personal, bagi Lyudmila pameran itu punya nama lain yaitu “Indonesia Cintaku”, karena lukisan-lukisan itu telah merefleksikan perasaan khusus dan hangat terhadap Indonesia.
“Selama 70 tahun hubungan kedua negara memang mengalami naik dan turun, tetapi perasaan jujur dari persahabatan akan selalu ada,” kata dia.
Pameran yang diselenggarakan pada 3-17 Februari 2020 itu merupakan kolaborasi dari kedua negara.
Tak hanya lukisan, perhelatan itu juga menampilkan pameran arsip sejarah hubungan diplomatik Indonesia-Rusia era Orde lama yang merupakan koleksi dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan Departemen Sejarah dan Dokumenter Kementerian Luar Negeri Federasi Rusia.
Kemudian ada juga film dokumenter koleksi ANRI, seperti video penyerahan surat kepercayaan Duta Besar Uni Soviet, Nikolay Alexandrovich Mikhailov kepada Presiden Sukarno, kontingen Uni Soviet pada upacara penutupan GANEFO, hingga liputan berita pertandingan persahabatan Tim Sepakbola Uni Soviet dengan Tim Sepak Bola PSM Makassar. (ant)