Benarkah Nelayan Yang Membangun Pagar Laut di Tangerang?

Foto: Kementerian Kelautan dan Perikanan

TANGERANG, Pembangunan pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang menuai kontroversi. Berbagai pihak, termasuk nelayan, Ombudsman RI, hingga tokoh politik, memberikan pandangan berbeda terkait dampak dan tujuan keberadaan pagar sepanjang 30 kilometer tersebut.

Nelayan Mengeluh Kesulitan Melaut

Keluhan pertama datang dari para nelayan setempat. Nurdin, salah satu ketua kelompok nelayan di Kronjo, menyebut pagar laut yang mulai berdiri tiga bulan lalu menimbulkan berbagai kendala. “Kami harus memutar jauh saat melaut. Akibatnya, biaya operasional meningkat dan tangkapan ikan berkurang,” ujarnya pada Jumat (10/1/2025).

Read More

Sejumlah nelayan lainnya mengungkapkan bahwa pagar tersebut telah menutup akses lalu lintas mereka di laut. Salah satu nelayan dari Desa Karang Serang menambahkan, “Saat melaut malam, kami takut menabrak pagar itu. Kalau rusak, kami diminta mengganti.”

Selain itu, Ombudsman RI melalui Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) menyimpulkan bahwa pagar tersebut tidak hanya menghalangi pergerakan kapal nelayan, tetapi juga merusak ekosistem laut. Hery Susanto, anggota Ombudsman RI, menyebut pagar bambu itu menyebabkan gangguan aliran air laut dan merusak habitat biota laut.

Dugaan Motif di Balik Pagar Laut

Politikus PKS asal Banten, Mulyanto, mempertanyakan klaim bahwa pagar laut dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ia menilai hal tersebut tidak logis, mengingat biaya pembangunannya diperkirakan mencapai Rp15 miliar. “Mengeluarkan uang sebanyak ini sangat kontradiktif dengan kondisi ekonomi nelayan yang memprihatinkan,” tegasnya melalui akun X, Ahad (12/1/2025).

Lebih lanjut, Mulyanto meminta aparat menyelidiki siapa pihak yang diduga mendanai pembangunan pagar tersebut. Ia juga mendesak pemerintah untuk segera mencabut pagar yang dianggap ilegal dan merugikan nelayan.

Klaim Jaringan Rakyat Pantura

Di sisi lain, Koordinator Jaringan Rakyat Pantura (JRP), Sandi Martapraja, menegaskan bahwa pagar laut dibangun oleh masyarakat setempat untuk mencegah abrasi. “Pagar ini berfungsi melindungi pesisir dari ombak besar dan mengurangi risiko bencana seperti tsunami,” katanya.

Sandi juga menyebut bahwa area sekitar pagar dapat dimanfaatkan untuk tambak ikan, memberikan peluang ekonomi baru bagi masyarakat pesisir. “Tanggul ini dibangun atas inisiatif masyarakat yang peduli terhadap ancaman kerusakan lingkungan,” ujarnya.

Bantahan Pengembang Agung Sedayu Group

Sementara itu, Agung Sedayu Group (ASG), pengembang PSN PIK 2, membantah tuduhan keterlibatan dalam pembangunan pagar laut tersebut. Kuasa hukum ASG, Muannas Alaidid, menyebut tuduhan tersebut sebagai fitnah. “Kami tegaskan, tidak ada pembebasan lahan atau pembangunan pagar laut oleh klien kami,” ujarnya.

Menurut Muannas, pagar laut tersebut sepenuhnya dibangun oleh masyarakat sekitar. Ia juga menyangkal bahwa pagar itu digunakan untuk pemetaan lahan atau pembatas reklamasi PIK 2.

Mendesak Kejelasan dan Solusi

Ombudsman RI mendesak pemerintah daerah untuk segera mengambil tindakan tegas terkait temuan maladministrasi dalam pembangunan pagar laut ini. Di sisi lain, nelayan berharap pagar segera dibongkar agar akses melaut kembali normal.

Keberadaan pagar laut ini tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi bagi nelayan, tetapi juga mengancam ekosistem laut yang menjadi sumber penghidupan mereka. Pemerintah diharapkan segera memberikan kejelasan mengenai pihak yang bertanggung jawab serta langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan ini.

Related posts

Leave a Reply