Bawaslu Permasalahkan Peraturan Bawaslu Harus Mengacu PKPU

JAKARTA, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mempermasalahkan Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang harus mengacu kepada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah 2020.

Menurut dia, apabila hal seperti itu disepakati dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, KPU, dan Bawaslu maka akan membuat Bawaslu tidak sejajar (equal) dengan KPU di dalam membuat aturan penyelenggaraan pemilu.

Read More

“Kalau itu (disepakati) munculnya tidak equal-lah antara Bawaslu dengan KPU sebab Bawaslu harus ikut Peraturan KPU begitu kan,” ujar Abhan di Senayan Jakarta, Senin.

Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera sependapat dengan Abhan. Ia khawatir peran Bawaslu dalam melakukan pengawasan menjadi hilang jika disepakati Peraturan Bawaslu mengacu pada PKPU.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Arief Wibowo menyatakan setuju dengan Mardani. Ia menyimpulkan semangat mengikuti aturan PKPU seharusnya tidak berarti harus dirumuskan dalam poin kesepakatan sehingga menimbulkan penafsiran Bawaslu harus mengikuti KPU. “Yang penting semangatnya saja, jadi berhenti di (mengikuti) undang-undang. Sudah begitu saja,” ujar Arief.
​​​​​​​
Mengomentari itu, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, Peraturan Bawaslu memang harus dibuat setelah PKPU selesai agar teknis pelaksanaan pemilu itu diketahui dulu seperti apa melalui PKPU. “Baru setelah itu, Peraturan Bawaslu dibuat untuk memastikan bahwa teknis pelaksanaannya itu sesuai dengan PKPU,” ujar Arief.

Ia menambahkan Bawaslu diberi kewenangan oleh undang-undang untuk menguji materi PKPU, sementara KPU tidak boleh menguji materi (judicial review) Peraturan Bawaslu.

​​​”Dan itu disebut eksklusif di dalam undang-undang. Karena PKPU terbit lebih dulu sehingga bisa dinilai peraturannya sesuai undang-undang atau tidak. Jika Bawaslu melihat ada ketidaksesuaian bisa melakukan judicial review,” kata Arief.
​​​​​​​
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Arief Wibowo langsung mengomentari pernyataan Arief Budiman dengan mengatakan, jika KPU tidak setuju dengan Peraturan Bawaslu, Komisioner KPU juga bisa menyuruh pihak lain untuk melakukan jdicial review Peraturan Bawaslu ke Mahkamah Konstitusi. Arief Budiman pun tertawa mendengar komentar Arief Wibowo itu. Para hadirin yang menyaksikan jalannya rapat pun berujar, “Benar juga.”

Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mencoba membela Ketua KPU. Ia berujar jika Peraturan Bawaslu yang terkadang sering tidak selaras dengan PKPU dapat menjadi perdebatan di antara pelaksana pemilu di tingkat provinsi, kabupaten/ kota, dan kecamatan dengan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).

Ia mencontohkan aturan Sistem Informasi Pencalonan (Silon) untuk perseorangan yang ingin maju menjadi calon kepala daerah yang diatur dalam PKPU. Namun kemudian Peraturan Bawaslu menyatakan Silon itu tidak wajib seperti yang pernah terjadi pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) di tahun 2019.

“Ini kan bertentangan. Bahwa aturan PKPU tentang tata cara pencalonan itu diatur dalam undang-undang. Ini apa yang juga pernah terjadi pada Sipol, partai politik bersedia. Tapi kami dikalahkan di dalam persidangan Bawaslu. Dan mengatakan bahwa Sipol tidak wajib,” ujar Evi.

​​​​​​​Sementara anggota Komisi II DPR RI Johan Budi sepakat dengan KPU yang mengatakan, Bawaslu seharusnya mengawasi pelaksanaan pilkada yang ditafsirkan secara detail oleh KPU. “Bawaslu mengawasi apakah yang ada di lapangan itu sesuai dengan peraturan yang diterbitkan. Karena itu aturan mainnya, dan KPU lah yang membuat aturan main,” kata Johan.

Menurut mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi itu, kesepakatan tersebut dibuat tidak hanya menilai soal kesetaraan lembaga saja tapi juga memperhatikan tugas pokok dan fungsi lembaga sesuai dengan apa yang diatur dalam undang-undang. “Tugas Bawaslu adalah mengawasi pelaksanaan pemilu. Aturan pemilu dilakukan oleh KPU sebagai penyelenggara,” kata Johan. (ant)

Related posts

Leave a Reply