Banyak Penggilingan Padi Kecil Tutup, Ini Penjelasan Menpan Amran Sulaiman

Ilustrasi

Kapasitas Giling Terpasang 165 Juta Ton, Produksi Nasional Hanya 65 Juta Ton—Mesin Banyak Menganggur

JAKARTA, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkap alasan utama banyaknya penggilingan padi skala kecil yang tidak lagi beroperasi. Menurutnya, hal ini bukan fenomena baru, melainkan akibat ketimpangan antara kapasitas penggilingan nasional dan realisasi produksi padi.

Read More

Dalam keterangan resminya pada Senin (18/8/2025), Amran menyebut total kapasitas penggilingan padi nasional mencapai 116 juta ton per tahun hanya dari skala usaha, dengan kapasitas total industri mencapai 165 juta ton per tahun. Sementara itu, produksi padi nasional hanya sekitar 65 juta ton per tahun, sehingga banyak mesin giling tidak bisa dimanfaatkan optimal.

“Artinya, kapasitas giling jauh melampaui jumlah produksi, sehingga banyak mesin yang menganggur,” ujar Amran.

Amran memaparkan bahwa industri penggilingan padi terbagi dalam tiga klaster, yaitu:

  • Skala kecil: 161 unit usaha

  • Skala menengah: 7.300 unit usaha

  • Skala besar: 1.065 unit usaha

Dalam realitas di lapangan, penggilingan besar sering kali mendominasi pasar dengan kemampuan membeli gabah lebih mahal. Hal ini menyebabkan penggilingan kecil kesulitan bersaing.

“Yang besar beli Rp6.700, yang kecil ikut naik Rp6.700, yang besar naikin lagi ke Rp7.000. Yang kecil pasti terganggu,” kata Amran.

Selain kelebihan kapasitas, faktor musiman juga menjadi penyebab utama. Produksi padi nasional terkonsentrasi pada semester I (Januari–Juni) yang menyumbang sekitar 70% total produksi tahunan. Akibatnya, pada semester II, banyak penggilingan kekurangan bahan baku.

Amran juga menyoroti ketimpangan struktur pasar yang semakin mempersempit ruang bagi usaha kecil.

Di tengah tekanan pasar, Amran justru melihat potensi perubahan arah distribusi beras. Penurunan penjualan beras premium di ritel modern dan meningkatnya permintaan di pasar tradisional membuka celah bagi penggilingan kecil untuk kembali eksis.

“Hal ini memberi kesempatan bagi penggilingan kecil untuk kembali mendapatkan pasokan,” katanya.

Namun, dengan stok beras nasional yang tersisa hanya 23 juta ton hingga akhir tahun ini, Amran mengingatkan bahwa tidak semua penggilingan bisa kembali aktif secara penuh.

Lebih lanjut, Amran mengungkap adanya praktik curang dalam perdagangan beras yang turut mendongkrak harga secara tidak wajar. Ia menyebut telah ada beberapa tersangka yang ditetapkan dalam kasus manipulasi harga dan kualitas.

Amran juga membantah anggapan bahwa tingginya harga beras disebabkan oleh dominasi pembelian oleh Perum Bulog.

“Yang diserap Bulog hanya 8%. Dari total 34 juta ton, hanya 2,8 juta ton diserap. Sisanya 92% dikuasai swasta,” tegasnya.

Meski harga beras mulai turun di sejumlah wilayah, pemerintah masih terus memantau kondisi distribusi dan harga untuk menjaga stabilitas pangan nasional.

Related posts

Leave a Reply