JAKARTA, Bank Dunia menilai berbagai kebijakan subsidi yang diluncurkan Pemerintah Indonesia, termasuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG), menghadapi tantangan besar dalam tahap implementasi. Meski kebijakan dirancang ambisius untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pelaksanaannya dinilai belum efektif.
Dalam paparan virtual, Selasa (7/10/2025), Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik, Aaditya Mattoo, menyebut subsidi energi, pangan, transportasi, dan program makan bergizi sebagai bentuk dukungan yang bertujuan mempercepat pertumbuhan. Namun, ia menggarisbawahi bahwa kelemahan utama terletak pada eksekusi kebijakan di lapangan.
“Legislasi dan arah kebijakan di negara-negara seperti Indonesia sangat ambisius. Namun, sering kali pelaksanaannya tidak berjalan maksimal,” ujar Mattoo.
Bank Dunia menyoroti, meski Indonesia berada di jalur reformasi yang positif, efektivitas kebijakan sangat ditentukan oleh kemampuan negara dalam memastikan bahwa subsidi benar-benar menyasar kelompok yang membutuhkan.
Program Makan Bergizi Gratis, yang digagas Presiden Prabowo Subianto, menjadi salah satu program subsidi yang mendapat perhatian khusus. Sejak diluncurkan, MBG telah menjadi sorotan publik karena sejumlah persoalan, mulai dari kasus keracunan makanan, ketimpangan dalam distribusi pasokan pangan, hingga minimnya serapan anggaran.
Meski realisasi anggarannya masih rendah, pemerintah berencana menaikkan alokasi MBG dalam APBN 2026 menjadi Rp 335 triliun. Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pembiayaan serta kesiapan lembaga pelaksana di tingkat daerah.
“Program-program seperti MBG perlu dievaluasi tidak hanya dari sisi besaran anggaran, tetapi juga sejauh mana manfaatnya benar-benar terasa di masyarakat, terutama bagi mereka yang paling rentan,” ujar Mattoo.
Selain program makan bergizi, Bank Dunia juga menilai berbagai langkah reformasi struktural Indonesia, seperti Omnibus Law, penguatan kawasan ekonomi khusus (KEK), serta pelonggaran kebijakan moneter sebagai arah positif dalam menciptakan iklim investasi yang lebih baik.
Namun, Mattoo menekankan bahwa tantangan utama Indonesia saat ini bukan lagi pada desain kebijakan, melainkan pada bagaimana kebijakan itu diterapkan secara konsisten dan adil.
“Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, Indonesia perlu memperkuat kapasitas kelembagaan, memperbaiki tata kelola, dan memastikan distribusi manfaat kebijakan berlangsung merata,” katanya.
Seiring dengan meningkatnya tantangan global, Bank Dunia mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih cermat dalam mengelola program subsidi. Penyesuaian volume program, penguatan pengawasan, dan pelibatan UMKM lokal dinilai dapat memperbaiki dampak program subsidi terhadap masyarakat.
Bank Dunia menegaskan, keberhasilan kebijakan tidak hanya diukur dari jumlah program atau besar anggaran yang digelontorkan, tetapi juga dari sejauh mana kebijakan itu mampu memperkuat daya tahan ekonomi rakyat kecil.