JAKARTA, Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menilai bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih belum efektif dalam memungut pajak dari sektor transaksi digital di Indonesia. Padahal, sektor ini memiliki potensi penerimaan yang sangat besar bagi negara.
Anggota Banggar dari Fraksi Partai Demokrat, Marwan Cik Asan, mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan dari Temasek dan Google, transaksi digital yang mencakup e-commerce, kripto, dan peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia telah mencapai angka sekitar Rp 2.200 triliun per tahun. Jika potensi pajak dari sektor ini dapat dimaksimalkan, negara berpotensi meraup pendapatan hingga Rp 250 triliun per tahun.
“Ini bukan angka yang kecil. Tetapi sampai dengan hari ini, kita belum pernah bisa efektif untuk menarik pajak ini,” ujar Marwan Cik Asan dalam Rapat Banggar DPR pada Rabu (12/2/2025).
Sebagai gambaran, data dari DJP Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa sejak tahun 2020 hingga 2024, penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital baru mencapai Rp 32,32 triliun. Angka tersebut terdiri dari beberapa komponen pajak, yakni:
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE): Rp 25,35 triliun
- Pajak Kripto: Rp 1,09 triliun
- Pajak Fintech (P2P Lending): Rp 3,03 triliun
Angka ini menunjukkan bahwa meskipun sektor digital terus berkembang pesat, potensi pajak yang dapat diperoleh masih jauh dari angka yang seharusnya, mengingat besarnya transaksi yang terjadi.
Marwan menekankan bahwa sektor ekonomi digital, dengan segala potensinya, seharusnya menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi negara. Namun, ketidakefektifan dalam pemungutan pajak masih menjadi tantangan besar. Ia berharap agar DJP dapat lebih mengoptimalkan sistem perpajakan di sektor ini untuk memastikan bahwa negara tidak kehilangan potensi penerimaan yang besar.
Sektor digital di Indonesia, termasuk e-commerce dan layanan keuangan digital, telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah terus berupaya agar sektor ini berkontribusi lebih besar dalam penerimaan pajak negara, baik melalui sistem PPN PMSE, pajak kripto, maupun pajak pada layanan fintech.
Dengan perkembangan pesat dalam transaksi digital, DJP perlu lebih inovatif dan adaptif dalam strategi pemungutan pajak. Selain itu, sistem yang lebih terintegrasi dan efisien diharapkan dapat membantu pemerintah mengoptimalkan potensi pendapatan negara dari sektor ini.
Sebagai langkah ke depan, Banggar DPR RI mendesak agar langkah-langkah strategis yang lebih efektif dapat diterapkan, sehingga potensi pajak yang besar dari sektor ekonomi digital dapat maksimal diterima oleh negara demi kemajuan ekonomi Indonesia.