Will Smith dan Martin Lawrence masih menunjukkan chemistry yang seru meski 17 tahun sudah berlalu semenjak “Bad Boys II”. Film ketiga dari kisah “Bad Boys” itu mempertemukan kembali duo polisi “bandel” yang kadang melanggar aturan dan menggunakan cara-cara sesuka hati demi menegakkan kebenaran.
Dibuka dengan adegan kejar-kejaran mobil di siang yang cerah di jalanan Miami, Mike Lowery (Will Smith) menyetir ugal-ugalan ditemani rekannya Marcus Burnett (Martin Lawrence) menghindari kejaran polisi lain.
Rupanya mereka mengebut bukan karena mengejar penjahat yang kabur, tetapi karena Marcus harus buru-buru tiba di rumah sakit untuk menengok cucunya yang baru lahir.
Adegan pembuka itu menjadi sedikit gambaran atas apa yang akan terjadi di dalam film “Bad Boys for Life”, suatu ramuan berisi formula aksi, komedi dan drama yang diracik dengan takaran pas.
Mike dan Marcus adalah gambaran dari dua sahabat yang punya kepribadian bertolak belakang. Marcus berasal dari keluarga kelas menengah yang lebih berorientasi pada keluarga, sedangkan Mike pria lajang kaya raya yang menikmati kebebasan.
Perbedaan itu justru yang menjadi resep awetnya hubungan mereka. Mereka bagai Yin dan Yang, Mike adalah si keren, sedangkan Marcus adalah si kocak.
Kehadiran satu sama lain saling melengkapi, semua terasa kurang bila mereka tak bersama. Itulah mengapa Mike merasa kehilangan, bahkan sedikit putus asa, ketika Marcus berkeinginan untuk pensiun.
Usia mereka memang sudah tak muda. Mike dan Marcus menyikapi dengan caranya masing-masing. Status barunya sebagai kakek membuat Marcus semakin ingin pensiun dan bersantai di rumah.
Pendirian Marcus untuk pensiun goyah saat Mike yang sudah dianggap keluarga sendiri olehnya, nyawanya diincar oleh penjahat misterius. Mike dan Marcus kembali bersatu untuk menguak siapa otak di balik ancaman yang ditujukan kepada Mike dan orang-orang di sekitarnya.
Perubahan suasana hati Mike dapat dilihat dari apa yang ia kenakan, hasil karya dari perancang kostum Dayna Pink. Mike awalnya sering memakai busana berwarna cerah dan terang, namun busananya berubah menjadi gelap setelah nyawanya terancam, suatu simbol kemarahan hatinya.
“Bad Boys” pertama kali dirilis 25 tahun lalu. Bagi penonton yang belum pernah menonton kisah Lowrey dan Burnett, “Bad Boys for Life” tetap bisa dinikmati meski hanya penonton setia yang dapat menangkap detail-detail nostalgia yang disematkan di film itu.
“Bad Boys for Life” asyik untuk penonton yang ingin menyaksikan film aksi yang tak melulu serius. Selain baku hantam dan tembak-tembakan penuh darah, penonton bisa langsung tertawa berkat celetukan Marcus yang sering melontarkan omongan di tengah situasi tak sesuai.
Meski demikian tak semua adegan drama atau aksi langsung dibelokkan ke arah komedi. Semua punya porsi masing-masing. Ada kalanya penonton dibiarkan lebih terlarut dalam suasana serius, tanpa selingan lelucon yang mencairkan suasana.
Sutradara Adil El Arbi dan Bilall Fallah menyuntikkan energi baru dengan memasukkan grup elit AMMO (Advanced Miami Metro Operations) yang mengandalkan teknologi mutakhir. Semuanya punya karakter khas yang cukup menarik untuk menambah warna cerita.
Mike dan Marcus dibantu Kelly (Vanessa Hudgens), si pakar senjata yang merupakan penggemar berat Mike, Dorn (Alexander Ludwig) si pemilik tubuh berotot tapi justru fokus di balik komputer, juga Rafe (Charles Melton) yang kadang sok tahu dan membuat Mike gusar.
Mereka menggabungkan kekuatan dari teknologi, yang dikuasai anggota AMMO, dengan pengalaman bertahun-tahun Mike dan Marcus menjadi tim yang solid.
“Bad Boys for Life” juga dibintangi Joe Pantoliano sebagai Captain Howard, Kate Del Castillo sebagai Isabel, Jacop Scipio sebagai Armando, dan DJ Khaled sebagai Manny yang juga jadi produser eksekutif musik di film itu. (ant)